SAAT ini Indonesia sedang berusaha memperbaiki peringkat indeks kemudahan berbisnis (ease of doing business index/EoDB). EoDB merupakan indeks yang digunakan oleh Bank Dunia (World Bank) dalam menilai kemudahan melakukan investasi dalam suatu negara.
Semakin tinggi peringkat EoDB suatu negara menunjukkan semakin mudah investor dalam melakukan investasi di suatu negara. Realisasi peringkat EoDB Indonesia pada 2018 berada pada peringkat ke-72 dari 190 negara dalam daftar peringkat EoDB yang dirilis oleh Bank Dunia.
Target Indonesia pada 2019 harus berada pada posisi ke-40 dan posisi ke-30 pada 2020. Namun realisasi peringkat EoDB Indonesia pada 2019 turun satu tingkat ke posisi ke-73 dari 190 negara dalam daftar peringkat EoDB dan stagnan pada peringkat ke-73 pada 2020.
Salah satu indikator penilaian dalam EoDB adalah tingkat kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak melalui sistem daring.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini telah mengupayakan pemenuhan kewajiban perpajakan baik pembuatan billing dan pelaporan melalui aplikasi maupun sistem daring, yaitu DJP Online yang saat ini sudah diintegrasikan dengan laman www.pajak.go.id.
Dengan adanya aplikasi dan DJP Online yang mudah dan praktis akan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Beberapa bentuk pelayanan saat ini yang berjalan, antara lain wajib pajak dapat membuat surat setoran pajak (kode billing), pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan pelaporan SPT Tahunan melalui e-filling maupun e-form, penginputan faktur pajak pertambahan nilai (PPN) melalui e-faktur, konfirmasi status wajib pajak dan lainnya.
Pemandangan antrian panjang pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan wajib pajak yang terkadang membuat beberapa wajib pajak dan petugas DJP sampai kelelahan dan lembur di kantor, kini sudah tidak pernah terlihat di kantor pelayanan pajak (KPP). Hal ini juga dapat menghemat biaya operasional pihak DJP sehingga dapat dialihkan untuk kegiatan lain, seperti pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan teknologi infomasi dan juga hal ini merupakan salah satu terobosan DJP di era reformasi perpajakan jilid I (modernisasi administrasi perpajakan) yang patut diapresiasi.
Kondisi ini sebagai langkah awal DJP memasuki revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan era digitalisasi dan automasi. DJP juga telah melakukan sosialisasi penggunaan sistem daring jika terdapat pengeluaran atau perubahan sistem atau tata cara dalam menjalankan sistem daring kepada wajib pajak.
Akan tetapi tidak sedikit wajib pajak yang bingung bahkan kesulitan mengunakan sistem daring ini mengingat tidak semua wajib pajak melek teknologi dan penyuluhan yang diberikan kurang tepat sasaran, mengingat profil wajib pajak di setiap KPP berbeda sehingga sosialisasi tidak dapat digeneralisasi, walaupun dalam perpajakan harus selalu diperhatikan azas keadilan.
Hal tersebut membuat banyak wajib pajak membanjiri call center Kring Pajak 1500200 untuk menanyakan hal-hal seputar layanan atau aplikasi daring tersebut sehingga menyebabkan call center Kring Pajak menjadi sibuk dan sulit untuk dihubungi.
Kepadatan panggilan ke call center Kring Pajak juga disebabkan adanya error yang terjadi pada aplikasi maupun pada DJP Online. Hal yang sering terjadi pada saat SPT Tahunan berlangsung dengan pertanyaan umum yang serupa, yaitu mengonfirmasi apakah aplikasi atau layanan DJP Online sedang error dan juga tidak sedikit yang menghubungi call center Kring Pajak guna meminta bantuan untuk menyampaikan ke pihak teknologi informasi DJP untuk segera memperbaiki server DJP Online yang sedang mengalami gangguan.
Namun pelayanan call center Kring Pajak patut mendapat apresiasi tinggi atas pelayanan prima yang diberikan kepada wajib pajak. Peningkatan kinerja sistem daring DJP dan sosialisasi kepada wajib pajak diharapkan dapat meminimalkan pembludakan pangillan ke call center Kring Pajak, antara lain dengan meningkatkan kapasitas call center, memberikan panduan dan pedoman terkait fungsi dan cara penggunaan aplikasi dan layanan DJP Online pada laman www.pajak.go.id, meningkatkan efektivitas penyuluhan dan kehumasan, menjaga kestabilan kinerja server DJP Online.
Selain itu, pihak DJP bekerja sama dengan pihak akademisi seperti universitas untuk memberikan pelatihan terkait aplikasi dan sistem layanan DJP Online serta melakukan riset atas implementasi sistem daring DJP yang juga dapat sekaligus melakukan survei tentang kepuasan penggunaan layanan daring.
Kepatuhan wajib pajak yang meningkat maka akan meningkatkan penerimaan pajak sehingga rasio pajak Indonesia dapat mencapai minimal 15% sebagaimana harapan Bank Dunia. Kaldor (1963) menyatakan pendapatan pajak antara negara maju dan berkembang adalah berkisar antara 25 dan 30 persen untuk negara maju, sementara negara berkembang berkisar antara 8 dan 15 persen dari PDB mereka.