KEHADIRAN revolusi industri 4.0 di Indonesia beberapa tahun terakhir ditandai dengan digitalisasi yang terbukti dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja. Sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam sebuah negara, pemerintah diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan melakukan digitalisasi layanan publik. Salah satu wujud dari adanya digitalisasi tersebut adalah hadirnya situs DJP Online dan beberapa layanan terkait dengan perpajakan, seperti pendaftaran nomor pokok wajib pajak (NPWP), e-billing, e-filing, e- form, dan e-SPT.
Berbicara mengenai perpajakan, salah satu hal yang terlintas adalah sumber utama pendapatan negara. Apabila dilihat dari komposisi pendapatan negara tahun 2019 lalu, kontribusi pajak mencapai 79 persen dengan nilai Rp1.545,3 triliun. Besarnya persentase tersebut mengindikasikan bahwa sudah seharusnya wajib pajak mendapatkan sebuah layanan yang memadai dalam memenuhi kewajibannya. Namun, pada realitanya masih banyak keluhan wajib pajak terkait pelayanan perpajakan berbasis daring. Permasalahan utama yang dirasakan oleh wajib pajak adalah kesulitan dalam menggunakan aplikasi dan error yang kerap terjadi di ketika mengakses situs. Masalah tersebut terbukti dari membludaknya panggilan yang ditujukan kepada call center Kring Pajak sehingga sulit dihubungi. Apabila layanan daring tersebut masih tidak memadai, bukan tidak mungkin ke depannya kepatuhan wajib pajak akan menurun sehingga berimbas pada penerimaan negara. Terlebih lagi, ada wajib pajak tertentu yang wajib menyampaikan SPT secara daring, seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pelayanan perpajakan berbasis daring, sejatinya sudah banyak upaya yang dilakukan oleh DJP seperti mengadakan penyebaran informasi melalui media sosial, tersedianya layanan call center yang cukup responsif, melakukan sosialisasi penggunaan, hingga terus memperbaharui fitur dan tampilan situs daring agar lebih user-friendly. Akan tetapi, cara-cara tersebut masih belum cukup secara kuantitas dan kualitas untuk mengatasi masalah yang dihadapi wajib pajak. Apabila ditelisik secara garis besar, masalah dalam layanan daring tersebut muncul karena adanya kendala teknis yang terjadi di pelayanan perpajakan dan kendala penggunaan layanan. Kendala teknis muncul akibat ramainya wajib pajak yang berusaha masuk ke sistem secara bersamaan di batas akhir pelaporan SPT sehingga melebihi kapasitas yang ada dan menyebabkan sistem overload. Kendati demikian, kendala teknis dapat diatasi dengan penambahan kapasitas server dan pemeliharaan berkala sehingga dapat menampung banyak pengguna secara bersamaan. Aksesibilitas pengguna pun harus diperhatikan dengan cara menyediakan aplikasi yang dapat diunduh melalui android dan IOS sehingga wajib pajak akan dimudahkan untuk menunaikan kewajibannya. Meskipun biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, tetapi hasilnya akan sebanding dengan tingkat kepuasan wajib pajak yang berdampak pada meningkatnya ketaatan wajib pajak.
Permasalahan kedua dalam layanan perpajakan daring ini berasal dari pengguna atau wajib pajak. Adanya gap antara mekanisme self assessment dalam pelaporan pajak dan pengetahuan perpajakan wajib pajak yang masih minim menjadi sebuah hambatan tersendiri. Pengetahuan perpajakan mencakup tata cara pengisian SPT yang benar, jenis formulir yang harus diisi, data yang harus disiapkan, dan sederet prosedur lainnya yang sering kali membuat wajib pajak bingung. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif dari wajib pajak dan DJP untuk mengecilkan gap tersebut. Contohnya saja, ketika ada kesalahan dalam pengisian atau pelaporan SPT akan muncul kode error tertentu, ada baiknya ketika terdapat kesalahan pengisian, pengguna langsung diarahkan kepada solusi yang berkenaan dengan masalah tersebut. Selain itu, pengembangan fitur di situs DJP Online perlu dilakukan untuk memudahkan pengguna dengan cara mengidentifikasi kepentingan pengguna dan hanya memberikan informasi terkait kepentingan tersebut, menambahkan video panduan penggunaan setiap fitur, menyediakan daftar definisi mengenai istilah khusus perpajakan, dan menyediakan kuesioner kepuasaan layanan.
Upaya pendekatan dengan wajib pajak pun dapat menjadi alternatif solusi untuk membantu wajib pajak dalam memahami penggunaan situs daring tersebut. Kuantitas penyuluhan dan pelatihan penggunaan DJP Online kepada masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu Key Performance Indicator kantor pajak. Selain itu, interaksi dengan wajib pajak di sosial media dengan menyediakan infografis dan melakukan kampanye pun dapat dilakukan. Dengan begitu, diharapkan pelayanan perpajakan berbasis daring berfungsi sesuai tujuannya, yakni meningkatkan efektivitas dan efisiensi kedua belah pihak, bukan sebaliknya.