DUGAAN maladministrasi dalam penataan toko modern yang dilakukan oleh Bupati Temanggung dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Jawa Tengah.
Laporan tersebut, pada Selasa (7/7), disampaikan koordinator aktivis dari Komunitas Pemuda Merah Putih (KPMP) Bergerak, Asli Yusu Halawa, dan diterima oleh Nafi Alrasyid selaku Asisten Pemeriksa Ombudsman RI Jawa Tengah.
Hal itu tertuang dalam surat tanda terima pelaporan terkait dugaan maladministrasi penataan toko modern di Kabupaten Temanggung, yang salinannya diterima jurnal-investigasi.com.
Yusu Halawa saat diwawancarai jurnal-investigasi.com mengatakan, menurut informasi yang disampaikan masyarakat ke KPMP Bergerak, pihaknya mendapatkan informasi tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Temanggung terhadap Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2019 dan Peraturan Bupati (Perbup) No. 42 Tahun 2012 yang mengatur tentang penataan toko modern.
“Baik Perda No. 5 Tahun 2019 dan Perbup No. 42 Tahun 2012 mengatur tentang syarat pendirian toko modern, yaitu dapat didirikan dengan syarat jarak toko modern ke pasar tradisional antara 300–500 meter,” ujarnya.
Untuk wilayah Kabupaten Temanggung, lanjutnya, saat ini perizinan terkait pendirian toko-toko modern baru, berada dalam status moratorium atau penangguhan. Karena itu, menurut Yusu Halawa, Pemerintah Kabupaten Temanggung tidak boleh memproses pengajuan izin pendirian toko modern.
“Terkait perizinan operasional toko modern, setahu kami perizinan TDP-nya diperpanjang setiap 5 tahun. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Temanggung seharusnya tidak memperpanjang izin toko-toko modern yang melanggar Perda No. 5 Tahun 2019 dan Perbup No. 42 Tahun 2012,” tegas Yusu Halawa.
Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran tim aktivis KPMP Bergerak di wilayah Kabupaten Temanggung, ditemukan fakta-fakta di lapangan bahwa memang benar terdapat toko-toko modern yang dibangun dekat dengan pasar tradisional, seperti di sekitar Pasar Kliwon, di Jalan Kranggan, dan di Kecamatan Parakan. Di sana berdiri toko-toko modern seperti Alfamart, Indomart, dan Alfamidi yang berdiri dengan jarak kurang dari 500 meter dari pasar tradisional.
Hal tersebut, menurutnya, menyalahi aturan perizinan penataan toko modern. “Seharusnya pemerintah bisa lebih tegas terutama pada pemberian izin pembangunan toko modern, karena hanya pemerintah yang bisa melakukan hal itu dan mempunyai kewenangan untuk mencabut atau tidak memberikan izin,” tegasnya.
Dari analisa yang dilakukan para aktivis KPMP Bergerak, toko-toko modern yang berdiri dekat dengan pasar tradisional berimbas pada pedagang tradisional, yakni mereka mengalami kerugian secara materil akibat persaingan dagang. Pasalnya, masyarakat lebih memilih berbelanja di toko modern ketimbang di pasar tradisional.
“Hal ini yang harus segera dibenahi, jangan sampai mengancam kelangsungan usaha di pasar tradisional dan pelaku UMKM. Negara harus hadir untuk menuntaskan permasalahan ini,” tandasnya.
Karena itu, agar persoalan maladministrasi tersebut bisa diselesaikan menurut aturan hukum yang berlaku, Yusu Halawa berharap Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah dapat menindaklanjuti laporan aktivis KPMP Bergerak dengan segera melakukan penyelidikan. (Ans)