DIREKTORAT Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri diminta segera turun mengusut kasus tekstil ilegal asal China yang selama ini membanjiri pasaran di Jakarta.
Hal itu disampaikan aktivis dari Komunitas Pemuda Merah Putih (KPMP) Bergerak, Yusu Halawa, dalam menanggapi temuan 27 kontainer berisi tekstil ilegal asal China yang kini menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
“Ini jangan dibiarkan. Penyelidikan bisa dimulai dari kasus 27 kontainer berisi tekstil ilegal dari China yang sekarang masih berada di Pelabuhan Tanjung Priok,” kata Yusu Halawa, di Jakarta, Sabtu (21/3).
Dia menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, pertokoan, pasar, grosir, dan mal di Jakarta dipenuhi tekstil impor asal China. Tekstil-tekstil tersebut menguasai pasaran karena harganya lebih murah ketimbang tekstil produksi dalam negeri.
Namun, pada 9 Maret 2020, berhasil diungkap 27 kontainer tekstil impor ilegal dari China yang masuk ke Jakarta tanpa membayar Bea Masuk Safeguard.
“Karena tidak membayar Bea Masuk Safeguard, praktis harga jual di pasaran menjadi lebih murah. Hal ini diduga sudah berlangsung bertahun-tahun dan telah membuat industri tesktil di dalam negeri menderita kerugian besar, dan sebagian malah sudah bangkrut,” jelas Yusu Halawa.
Dia juga menyoroti aparat Penindakan dan Penyidikan (P2) di Kantor Wilayah (Kanwil) Bea dan Cukai Jakarta yang terkesan melakukan pembiaran. Menurutnya, wewenang untuk menindak barang-barang impor ilegal yang beredar di wilayah Jakarta berada di tangan P2 Kanwil Bea dan Cukai Jakarta.
Namun, tekstil-tekstil impor ilegal tersebut malah merajalela di pasaran. Untuk melindungi industri tekstil dalam negeri, dia meminta Direktorat Tipideksus Bareskrim Mabes Polri segera melakukan pengusutan terhadap pihak-pihak terkait.
Menurutnya, penyelidikan bisa menyasar para pemasok tekstil ilegal, oknum di P2 Kanwil Bea dan Cukai Jakarta, serta oknum P2 di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam.
“Pekan depan, kami akan melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Bidang P2 Kanwil Bea dan Cukai Jakarta, Agus Wahono mengatakan, apabila memang benar informasi tentang dugaan tekstil yang tidak membayar Bea Masuk Safeguard berasal dari Batam-Priok, maka pihak yang paling tepat untuk memberikan klarifikasi atas hal tersebut adalah KPU Batam karena customs clearence dilakukan di KPU Batam.
“Terkait informasi adanya pembiaran oleh P2 Kanwil Jakarta, kami mengharapkan dapat memperoleh informasi lebih lanjut,” kata Agus.
Sebelumnya, aksi sindikat pemasok tekstil ilegal ke pasaran di Jakarta terungkap setelah Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea dan Cukai Pusat pada 9 Maret 2020 menerbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) atas 27 kontainer ukuran 40 feet berisi tekstil impor dari China.
Tekstil-tekstil impor tersebut dikapalkan langsung dari China dengan terlebih dahulu transit di Batam. Sindikat itu lalu merekayasa dokumen impor dengan membuat Certificate of Origin (COO) dari India. Dengan begitu, seolah-olah tekstil tersebut didatangkan dari India dan bukan dari China sehingga tidak perlu membayar Bea Masuk Safeguard.
Terkait kalkulasi real kerugian negara dan penetapan tersangka dalam kasus tersebut, Kepala Humas KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Endang Puspawati, mengatakan terlebih dahulu akan mengkoordinasikan dengan unit pengawasan di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
“Saya terlebih dahulu harus update dan akan saya koordinasikan terlebih dahulu di internal kami,” kata Endang. (Krs)