BANGSA Indonesia memperingati Hari Kelahiran Pancasila setiap 1 Juni. Apakah makna kelahiran Pancasila bagi bangsa Indonesia di zaman milenials saat ini?
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Profesor Ade Saptomo mengatakan, makna yang ada di hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni bukan pada nama hari dan angka tanggalnya.
Tetapi, pada setiap 1 Juni dimaknai sebagai waktu dan ruang untuk berhenti, merenung kembali dalam satu hari, apakah selama perjalanan satu tahun sebelumnya dalam berfikir, berperilaku, bertindak, dan hasil tindakannya telah mengekspresikan serta terjiwai nilai-nilai Pancasila.
“Misalnya, sudahkah kita bergotong royong, saling membantu, bertoleransi, bermusyawarah, berlaku adil, bersikap santun, bersyukur, dan seterusnya. Itu semua karakter manusia Indonesia yang tidak hilang oleh bergantinya sebuah zaman,” kata Prof. Ade saat diwawancarai jurnal-investigasi.com, Senin (1/6).
Ketua Umum Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) itu menjelaskan, nilai-nilai tersebut ada, tersedia, dan masih hidup di tengah masyarakat Indonesia yang tersebar dan sambung menyambung di seantero nusa-nusa besar dan kecil dari Sabang sampai Merauke.
“Dalam praktik kehidupan sehari-sehari terkesan nilai-nilai Pancasila tidak dibutuhkan karena sebenarnya telah menyatu dalam pikiran dan perbuatan, hanya tidak menampak diri secara demonstratif. Namun, dalam kondisi tertenu, nilai itu menjadi menguat, mewujud dalam kehidupan sehari-hari,” paparnya.
Misalnya, Prof. Ade memberikan contoh, saat bagaimana masyarakat Indonesia menghadapi pandemi covid-19. Ternyata, dari pusat sampai daerah, dari Presiden sampai rukun tetangga, semua begerak kompak, rukun, bantu membantu secara demonstratif menghadapi pademi tersebut.
Guru besar ilmu hukum itu melanjutkan, untuk itu, pada hari lahir dan tanggal lahir Pancasila terus menerus diperingati. Bukan diperingati dengan nyanyian bareng-bareng saja, tetapi Pancasila in action. Di kampus atau sekolah misalnya, penilaian terhadap mahasiwa atau siswa bukan melulu pada skor pengetahuan, tetapi pendidikan sikap harus menjadi unsur penilaian.
“Sehingga produknya adalah orang pintar yang benar, orang berpengetahuan yang sopan, orang terkemuka yang beretika dan seterusnya. Dengan demikian, Pancasila itu memang penting bagi apapun generasi namanya,” pungkasnya. (Krs)