RAKYAT Indonesia perlu memaknai kelahiran Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni. Lantas, apa makna lahirnya Pancasila bagi bangsa Indonesia?
Menurut Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, makna lahirnya Pancasila harus dijadikan momentum untuk muhasabah atau introspeksi diri di tengah kebingungan masyarakat karena dibanjiri berbagai informasi.
Pasalnya, hal itu membuat masyarakat sulit membedakan mana yang benar dan mana informasi yang digulirkan untuk serang kiri dan kanan guna membela kelompoknya masing-masing.
“Daripada sibuk saling tuding, mending introspeksi kembali kepada karakter ke Indonesian,” kata mantan anggota Tim Pengacara Muslim (TPM) itu saat diwawancarai jurnal-investigasi.com, Senin (1/6).
Hari ini, lanjut Muannas, kita bisa saja lupa dengan kebesaran kita sebagai bangsa dan merasa bingung. “Mau melakukan ini khawatir dianggap Arab. Mau melakukan itu, khawatir dianggap China, dianggap komunis, wahabi, bid’ah macem-macem. Kita serba takut, dan akhirnya sebelum orang menuding kita, malah kita menuding orang lebih dulu. Sebelum orang maki-maki kita, kita caci maki orang lebih dulu. Ini masalah terbesar dan keruwetan yang kita hadapi hari ini,” kata pengacara yang pernah membela para terpidana kasus Bom Bali, Imam Samudera cs.
Muannas melanjutkan, saat ini sebagian orang berpikir bahwa tidak memakai jilbab dianggap barat, sebaliknya pakai jilbab dianggap Arab. “Makanya semua tokoh-tokoh kebangsaan kita sebenarnya sejak dulu mewariskan kepada kita agar kembali ke identitas Indonesia yang sejati,” imbuhnya.
Jadi, menurut praktisi hukum pidana itu, Indonesia dengan segala karakternya tidak akan bertabrakan dengan ide, moral dan ajaran apapun. Bagi yang muslim tidak akan kehilangan kemuslimannya, Hindu tidak akan kehilangan hindunya, begitu juga Budha dan Kristen, karena karakter keindonesiaan itu sifatnya universal. Sayangnya, kata Muannas, banyak orang lupa akan hal itu.
“Yuk kita lihat sebentar saja, harusnya Indonesia seperti apa?Kata Soekarno soal Pancasila, Pancasila itu jadi trisila jadi ekasila, lima sila diperas jadi tiga, tiga diperas jadi satu dan satu itu adalah gotong royong,” urainya.
Gotong royong, kata Muannas, berarti bahu membahu untuk mewujudkan visi secara bersama-sama. Indonesia mau dibawa ke mana, lanjutnya, yuk bareng-bareng kita wujudkan essensi itu.
Menurut mantan anggota TPM yang juga pernah membela bomber Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan para pelaku pemboman Hotel JW Marriot Jakarta itu, rakyat Indonesia adalah masyarakat yang hidup ‘bareng-bareng’ di sebuah negara yang paradigmanya bukan paradigma konflik. Karena itu, tidak boleh ada kelompok yang merasa paling benar sendiri dan menganggap yang lain salah. Tetapi, lanjutnya, paradigmanya harus paradigma dialog.
Dia melanjutkan, gotong royong hanya bisa terjadi dalam iklim kesetaraan dan kebersamaan, yaitu saat semua kelompok orang bisa menerima perbedaan dan kebersamaan. Lawyer penyuka peci hitam itu mengungkapkan, untuk bisa melahirkan gotong royong, kita membutuhkan Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sebuah kesadaran bahwa kita berbeda namun punya maksud, cita-cita dan visi yang sama.
“Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020,” pungkasnya. (Krs)