UTANG luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2022 menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir Januari 2022 tercatat sebesar USD413,6 miliar, turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar USD415,3 miliar.
“Penurunan terjadi, baik pada posisi ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) maupun swasta,” jelas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono dalam rilisnya, Selasa (15/3).
Secara tahunan, posisi ULN Januari 2022 terkontraksi 1,7% (yoy), lebih dalam jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,4% (yoy).
ULN pemerintah pada Januari 2022 melanjutkan tren penurunan. Setelah mengalami penurunan sejak September 2021, posisi ULN pemerintah pada Januari 2022 tercatat sebesar USD199,3 miliar, kembali turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar USD200,2 miliar.
Hal itu menyebabkan ULN pemerintah terkontraksi 5,4% (yoy), lebih dalam jika dibandingkan dengan kontraksi 3,0% (yoy) pada Desember 2021. Penurunan terjadi seiring beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo pada Januari 2022, termasuk dalam denominasi dolar AS.
Dari sisi pinjaman, secara neto, penurunan terjadi pada pinjaman bilateral seiring adanya pelunasan pinjaman untuk pembiayaan beberapa proyek infrastruktur.
“Pemerintah tetap berkomitmen menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel,” ungkap Erwin.
Penarikan ULN yang dilakukan di Januari 2022 tetap diarahkan pada pembiayaan sektor produktif serta diupayakan turut mendukung penanganan covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dukungan ULN pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sektor produktif dan kebutuhan belanja prioritas, yaitu mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5% dari total ULN pemerintah); jasa pendidikan (16,5%); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1%); konstruksi (14,2%); serta keuangan dan asuransi (11,8%).
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali jika dilihat dari sisi risiko refinancing jangka pendek, mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” katanya.
ULN swasta juga kembali menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi ULN swasta tercatat sebesar USD205,3 miliar pada Januari 2022, menurun dari USD206,1 miliar saat Desember 2021.
Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 1,0% (yoy) pada Januari 2022, lebih dalam jika dibandingkan dengan 0,8% pada periode sebelumnya. Perkembangan tersebut bersumber dari adanya pelunasan pinjaman luar negeri swasta yang jatuh tempo selama periode Januari 2022 sehingga menyebabkan ULN lembaga keuangan (financial corporations) terkontraksi sebesar 4,3% (yoy), lebih dalam jika dibandingkan dengan 4,2% (yoy) pada Desember 2021. Juga, ULN korporasi bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang terkontraksi sebesar 0,1% (yoy) setelah tumbuh 0,1% (yoy) pada bulan sebelumnya.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; pengadaan listrik, gas, uap atau air panas, dan udara dingin; industri pengolahan; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 76,6% dari total ULN swasta.
“ULN tersebut tetap didominasi ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3% terhadap total ULN swasta,” kata Erwin.
Struktur ULN Indonesia tetap sehat yang didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada Januari 2022 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 34,1%, menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 35,0%.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan ULN Indonesia yang tetap didominasi ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,2% dari total ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tutupnya. (RLS/J1)