PANGLIMA TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghadiri penutupan pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61, dan Sespimma Polri Angkatan ke-66, di Lembang, Jawa Barat, Rabu (27/10).
Dalam sambutannya, Sigit menekankan kepada seluruh perwira lulusan tersebut untuk bisa menjadi pemimpin yang mengayomi dan melayani bagi warga dan anggota.
“Jadilah pemimpin yang melayani. Pemimpin yang bisa melayani dan menempatkan anggota dan masyarakat sebagai prioritas. Jangan hanya memerintah, tapi tidak tahu kesulitan. Ini menjadi masalah,” kata Sigit.
Menjadi seorang pemimpin, kata Sigit, harus memiliki sifat dan sikap yang kuat, menguasai lapangan, bergerak cepat, responsif, peka terhadap perubahan, dan berani keluar dari zona nyaman.
Tak hanya itu, mantan Kapolda Banten ini menegaskan seorang pemimpin harus mau turun ke bawah untuk mendengarkan secara langsung aspirasi dari masyarakat dan anggotanya. Pemimpin yang kuat akan mampu menciptakan rasa saling menghormati antara pimpinan dan jajarannya.
Sigit menekankan, dalam menjalankan tugas, pemimpin tidak boleh mudah terpancing emosi. Hal itu, sambung Sigit, dapat berpengaruh pada tindakan yang tidak diinginkan masyarakat.
“Turun langsung ke lapangan agar tahu apa yang dirasakan masyarakat dan anak buah. Jaga emosi, jangan terpancing. Emosi mudah meledak akan akibatkan perbuatan yang tidak terukur. Apalagi diberikan kewenangan undang undang, tindakan tersebut akan berpotensi menjadi masalah,” ujar eks Kabareskrim Polri ini.
Menurut Sigit, pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi semua pihak. Sebagaimana semangat dari lahirnya konsep Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan).
Sigit menyatakan konsep Presisi akan bisa dirasakan masyarakat dan internal kepolisian apabila benar-benar diimplementasikan dengan baik. Dengan melaksanakan gagasan itu, Polri akan menjadi institusi yang semakin diharapkan masyarakat Indonesia.
“Itu yang saya tuangkan dalam konsep Presisi. Bagaimana kita menghadirkan pemolisian yang prediktif, responsibilitas, dan mampu melaksanakan semua secara transparan dan memenuhi rasa keadilan. Ini menjadi harapan masyarakat dan tugas rekan-rekan untuk mampu mewujudkan semua ini dari level pemimpin sampai dengan pelaksana,” kata Sigit.
Dalam perjalanannya, konsep Presisi telah melahirkan tingkat kepercayaan masyarakat yang meningkat berdasarkan survei di pertengahan tahun. Namun, Sigit mengakui belakangan ini tren positif kepercayaan itu mengalami penurunan karena adanya beberapa perbuatan oknum.
Sigit percaya bahwa institusi Polri jauh lebih banyak diisi orang-orang yang baik dan memiliki spirit perubahan untuk mewujudkan semangat dari Presisi.
“Kemudian, survei di awal Oktober kita turun karena adanya penyimpangan anggota yang viral dengan cepat yang didukung perkembangan teknologi informasi dalam dunia media. Ketika banyak anggota yang viral, itu menjadi koreksi bagi kita. Maka dari itu, perbuatan yang dilakukan personel bila bersifat positif, dampaknya secara organisasi akan positif. Begitupun sebaliknya. Jadi, persepsi itu muncul menjadi generalisasi. Masih sangat banyak polisi yang baik jika dibandingkan dengan oknum sehingga manfaatkan perkembangan teknologi untuk memunculkan terobosan kreatif dan positif yang ada,” ujar Sigit.
Terkait dengan kepemimpinan, Sigit pun mengutip peribahasa, ‘Ikan Busuk Mulai Dari Kepala’. Dengan kata lain, segala permasalahan internal di kepolisian dapat terjadi karena pimpinannya bermasalah atau tidak mampu menjadi teladan bagi jajaran.
“Ada pepatah, ‘Ikan busuk mulai dari kepala’. Kalau pimpinannya bermasalah, bawahan akan bermasalah juga. Pimpinan harus jadi teladan sehingga bawahannya akan meneladani karena kita tidak mungkin diikuti, kalau kita tidak memulai yang baik. Kita tidak mungkin menegur kalau tidak jadi teladan. Harus mulai dari pemimpin atau diri sendiri. Ini yang saya harapkan rekan-rekan mampu memahami. Hal yang dijalankan penuh keikhlasan akan menjadi buah keikhlasan. Tolong ini diimplementasikan, bukan hanya teori dan pepatah,” papar Sigit.
Sebagai Kapolri, Sigit memastikan dirinya beserta pejabat utama Mabes Polri memiliki komitmen memberikan reward bagi personel yang menjalankan tugasnya dengan baik dan bekerja keras melayani serta mengayomi masyarakat.
“Saya dan seluruh pejabat utama memiliki komitmen kepada anggota yang sudah bekerja keras di lapangan, kerja bagus, capek, meninggalkan anak istri, akan selalu komitmen berikan reward. Kalau saya lupa, tolong diingatkan,” ucap Sigit.
Namun, sebaliknya, Sigit menekankan sanksi tegas akan diberikan kepada seluruh personel yang tidak menjalankan tugas dengan baik atau melanggar aturan yang ada.
Bahkan, Sigit tak ragu untuk menindak tegas pimpinannya apabila tidak mampu menjadi tauladan bagi jajaran, apabila kedepannya masih melanggar aturan. Menurut Sigit, semua itu dilakukan demi kebaikan Korps Bhayangkara kedepannya.
“Namun, terhadap anggota yang melakukan kesalahan dan berdampak kepada organisasi, jangan ragu melakukan tindakan. Kalau tak mampu membersihkan ekor, kepalanya akan saya potong. Ini semua untuk kebaikan organisasi yang susah payah berjuang. Menjadi teladan, pelayan, dan pahami setiap masalah serta suara masyarakat agar kita bisa ambil kebijakan yang sesuai,” tutur Sigit.
Sementara itu, Sigit juga meminta kepada seluruh personel Polri untuk siap menghadapi segala bentuk tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Kepolisian harus mampu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.
Adapun tantangan yang harus dipersiapkan, yakni kejahatan terorisme, kemajuan teknologi informasi di Revolusi 4.0, pandemi covid-19, pinjaman online ilegal, bencana alam, dan pemilu. (Ded/J1)