KANTOR Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur (Jatim) II bersama dengan kantor pusat DJP memenangkan perkara praperadilan setelah hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo menolak permohonan praperadilan melalui putusan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang diajukan DJ (Direktur PT SMS) dan putusan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang diajukan SMS (eks karyawan PT SMS), Rabu (29/3).
Atas perkara praperadilan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda dan 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda, DJ dan SMS mengajukan permohonan praperadilan dengan pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pajak c.q.
“Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II sebagai pihak termohon. Atas sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan termohon dengan alasan termohon tidak pernah menyerahkan SPDP, (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) kepada pemohon sebagai calon tersangka,” kata Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II Heru Susilo dalam keterangannya, Senin (3/4).
Heru menambahkan pemohon juga memohon hakim praperadilan untuk memerintahkan termohon menghentikan proses penyidikan dan membebaskan status tersangka Pemohon. Selain tuntutan tersebut, dalam perkara nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda, DJ juga menuntut sah atau tidaknya penggeledahan dan/atau penyitaan yang dilakukan termohon terhadap pemohon.
Dalam putusan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Sda yang dibacakan dalam sidang, hakim memutuskan untuk menolak seluruh permohonan pemohon. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang dilakukan termohon kepada pemohon merupakan peminjaman dokumen dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan yang memiliki tujuan dan kedudukan yang dipersamakan dengan penyelidikan di KUHAP sehingga bukan merupakan objek praperadilan.
Hakim berpendapat bahwa alasan praperadilan pemohon, yaitu tidak disampaikannya SPDP kepada calon tersangka di alamat domisili pemohon adalah tidak beralasan hukum.
“Bahwa permohonan praperadilan dari pemohon juga tidak memenuhi syarat formil sehingga permohonan praperadilan pemohon tidak beralasan hukum dan ditolak untuk seluruhnya,” jelas Heru.
Hakim praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Sda juga memutuskan untuk menolak seluruh permohonan pemohon. Hakim berpendapat bahwa penetapan tersangka telah didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Adapun permohonan pemohon mengenai tidak disampaikannya SPDP oleh termohon kepada pemohon.
Menurut hakim, tidak membuat penetapan pemohon sebagai tersangka menjadi tidak sah karena putusan Mahkamah Konstitusi No 130/PUU-XIII/2015 tidak menyebutkan akibat hukum dari tidak dipenuhinya hal tersebut oleh penyidik.
“Mengenai pemohon yang mempermasalahkan adanya dua surat perintah penyidikan dengan nomor dan tanggal yang berbeda sebagai dasar pemanggilan pemohon, hakim berpendapat hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Heru. (RLS/J1)