Pengetatan Berwisata ke Bali Untuk Jaga Reputasi Pulau Dewata

Panca R. Sarungu, Ketua Umum Masyarakat Sadar Wisata (Masata)
Foto: Ist.

PANDEMI covid-19 yang hingga kini masih berlangsung di Indonesia, khususnya di Provinsi Bali, kian hari semakin memprihatinkan. Demi mencegah terjadinya klaster penyebaran covid-19, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memberlakukan pembatasan kunjungan wisatawan sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.

Pandemi covid-19 telah melemahkan roda perekonomian, termasuk di Provinsi Bali. Seperti pada puncak masa liburan Natal dan Tahun Baru kali ini, banyak tiket pesawat  ke Bali dibatalkan sehingga menimbulkan kerugian besar. Demikian pula hotel-hotel yang sudah dipesan, juga banyak yang dibatalkan.

Lantas, apakah upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dengan memberlakukan aturan pembatasan kunjungan wisatawan tersebut sudah tepat? Untuk mengetahui hal tersebut, wartawan jurnal-investigasi.com, Anastasia Rita Sinaga, mewawancarai Ketua Umum Masyarakat Sadar Wisata (Masata), Panca Rudolf Sarungu, pada Kamis (17/12). Berikut kutipan wawancaranya.

Perihal surat edaran yang dikeluarkan Gubernur Bali pada 15 Desember 2020 kemarin terkait dengan adanya larangan keras penyelenggaraan perayaan libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru, bagaimanakah tanggapan Bapak terhadap surat edaran tersebut?

Iya, jadi kalau saya memang lebih melihat dari sisi Bali sebagai destinasi yang memperhatikan substainable tourism atau kelestarian lingkungan. Tentunya kita juga melihat bahwa kalau untuk jangka pendek–apalagi Bali ini selalu dijadikan tempat tujuan wisata akhir tahun–sudah banyak yang booking karena mulai lebih mudah ke sana. Jadi, banyak yang sudah berencana ke Bali.

Namun, tentu harus dipikirkan juga tadi, faktor kesehatannya. Karena memang di Indonesia ini, angka penularan covid-19 masih terus meningkat dan kebanyakan itu juga orang-orang yang pergi kan biasanya dari kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan ke kota-kota tersebut penyebarannya masih tinggi.

Nah, saya pikir itu salah satu cara mengantisipasi terjadinya penyebaran covid-19. Nah, jadi kalau saya melihatnya dari sisi itu sih, faktor kesehatan. Karena kan sama seperti daerah-daerah lain di Bali juga, itu pasti banyak yang rentan gitu dan artinya nanti akan menambah kalau terjadinya klaster penyebaran covid-19.

Baca Juga:  Pemerintah Tetapkan 1 Ramadan Jatuh pada 3 April 2022

Nah, yang paling penting adalah sebenarnya nanti masalah reputasi. Bali itu kan tempat wisata nomor satu di Indonesia. Nah, nanti seandainya ada berita itu, jadi kontraproduktif. Jadi, mungkin biarlah sampai vaksinnya ada dan terbukti, toh juga memang satu tahun ini banyak yang mengalami kesulitan atau yang istilahnya ‘enggak dapat bisnislah di Bali’ gitu kan, tapi sebenarnya mereka udah mulai senang akhir tahun.

Namun, sebenarnya jangan lupa juga di akhir tahun itu kan mungkin masih ada high season lain yang bisa nanti para industri pariwisata di Bali menikmati hasilnya. Jadi, tinggal tunggu sebentar lagi kok, gitu ya. Mungkin katakanlah ya ‘ngorbanin lagi sedikit, bertahan sedikit lagi untuk yang lebih baik,’ gitu istilahnya daripada maksa sekarang. Namun, ternyata ini apalagi Pak Presiden Joko Widodo juga kan udah info mau ada vaksin, kita lebih nyaman traveling-nya.

Dua-duanya dari pihak pengguna mesti bersabar. Karena memang di Bali itu tendensinya orang-orang enggak disiplin ya kalau kita udah liburan, kumpul-kumpul, tingkat kedisiplinan hampir tidak ada. Jangan lupa kita kan juga traveling sama orang-orang terdekat, kan engga tau juga, misalnya, suatu tempat wisata belum punya tracing sistem yang baik. Kita kan enggak mau dong membawa orang-orang istilahnya ‘orang terdekat’ di situ.

Lalu, apakah langkah yang diambil Pemerintah Provinsi Bali dengan menerbitkan surat edaran adanya larangan terkait dengan penyelenggaraan perayaan Natal dan Tahun Baru sudah tepat atau belum?

Kalau saya sih, mendukung, sudah tepat. Karena begini, toh akan terjadi seleksinya juga gitu ya. Kalau memang orang-orang benar-benar yakin dia sehat, ya akan berangkat.

Yang kedua, orang yang mungkin penghasilannya ke Bali dan memang dia juga mampu untuk kesehatan dan udah mengetahui risiko kalau maksa. Jadi, sebenarnya enggak batal semua sih. Menurut saya, gitu kan. Ada bebarapa aja yang batal. Jadi, intinya saya pikir itu sudah tepat. Ya, itu adalah caranya bahwa kita melihat ini. Jangka panjanglah intinya kalau dari saya. (J1)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *