PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Lanny Jaya, Provinsi Papua, bersama Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengaktifkan pos komando (posko) penanganan darurat bencana kekeringan, Jumat (5/8). Peristiwa ini terjadi setelah cuaca ekstrem sejak Juni 2022 yang diawali dengan adanya embun beku dan hujan es melanda wilayah tersebut.
Selanjutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua menginformasikan kondisi tersebut berakibat pada gagal panen masyarakat setempat. Situasi dapat diperburuk dengan cuaca tanpa hujan sehingga berdampak pada krisis kekeringan. Laporan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BNPB menyebutkan Pemkab Lanny Jaya telah menetapkan status tanggap darurat dengan Nomor 100/157/BUP, terhitung mulai 24 Juli sampai 30 Agustus 2022.
Di samping itu, Bupati Lanny Jaya juga membentuk Posko Penanganan Darurat Bencana Alam Embun Beku dan Hujan Es melalui Surat Keputusan Nomor 197 Tahun 2022.
Berdasarkan catatan historis, Pemkab Lanny memperkirakan kondisi ini dapat berlangsung selama 5 bulan. Hal tersebut merefleksikan peristiwa serupa yang pernah terjadi pada 2016.
“Wilayah yang berpotensi terdampak, yaitu di Distrik Kwiyawagi yang meliputi Kampung Luarem, Jugu Nomba, Uwome, dan Tumbubur,” jelas Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Ph.D., dalam rilisnya, Jumat (5/8).
BPBD Provinsi Papua mengidentifikasi sebanyak 548 kepala keluarga (KK) atau 2.740 jiwa berpotensi terdampak oleh kondisi kekeringan di wilayah tersebut. Pada asesmen dampak aset warga, tercatat 56 hektare luas lahan perkebunan rusak akibat cuaca ekstrem.
Dalam merespons fenomena di wilayahnya, Pemkab Lanny Jaya telah memberikan bantuan logistik makanan dan pemeriksaan kesehatan. Dinas kesehatan setempat juga telah memeriksa sampel air di distrik tersebut. Melalui kerja sama dengan Kementerian Sosial, bantuan telah didistribusikan kepada masyarakat terdampak, seperti beras, selimut, makanan siap, makanan tambahan gizi, paket sembako, dan sandang.
Sementara itu, TRC BNPB telah berada di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Rabu (3/8). TRC ini akan melakukan asesmen lanjutan dan pendampingan posko.
“Setibanya di Lanny Jaya, personel TRC berkoordinasi dengan kepala daerah dan BPBD setempat. TRC bersama BPBD telah mempersiapkan posko di Bandar Udara Tiom sehingga operasional tanggap darurat dapat bekerja secara terencana,” ujar Abdul.
Tantangan Operasi di Lapangan
Dari pantauan TRC BNPB, sejumlah tantangan yang dihadapi dalam operasi tanggap darurat di wilayah Lanny Jaya, antara lain akses lokasi, komunikasi, dan stok pangan.
Pada akses lokasi, wilayah terdampak berlokasi 40 km dari Tiom. Adapun 20 km pertama jalan dapat diakses kendaraan roda empat, sedangkan sisanya dapat ditempuh dengan jalan kaki atau menggunakan pesawat kecil dari Wamena. Kondisi ini dapat diperburuk dengan kendala cuaca yang sering berkabut dan faktor keamanan.
Tantangan berikutnya pada jaringan komunikasi yang terbatas di wilayah Tiom. Demikian juga di kota terdekat, Wamena, yang sering terganggu.
Selanjutnya, TRC menginformasikan stok beras yang ada di gudang depo logistik terbatas sehingga rencana penggunaan cadangan beras pemerintah (CBP) belum dapat terealisasi.
“Berdasarkan perhitungan untuk operasi selama 3 bulan, masih dibutuhkan beras sebanyak 53,4 ton,” pungkas Abdul. (RLS/J1)