PENEGAKAN hukum yang dilakukan Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jawa Timur (Kanwil BC Jatim) I terhadap pabrik-pabrik rokok kecil menjadi kontroversi karena menyebabkan ribuan buruh pabrik rokok kecil tersebut kehilangan pekerjaan mereka.
Selain menyebabkan para buruh kehilangan pekerjaan, hal yang menjadi kontroversi lainnya ialah diduga Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I ikut serta turun memeriksa pabrik-pabrik rokok kecil tersebut sekitar Februari-Maret 2021.
Dalam kejadian tersebut, diduga terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I yang berujung pada sanksi denda hingga pembekuan sementara operasional pabrik-pabrik rokok kecil tersebut.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Agus Riwanto, S.H., S.Ag., M.Ag., mengatakan Kepatuhan Internal memiliki kewenangan hanya sebatas lingkup internal yurisdiksinya. Namun, apabila sampai ke lingkup eksternal, kewenangan tersebut dapat dilihat atas dasar delegasi, yakni mandat dari pimpinan.
“Ketika berada di level eksternal, mesti dilihat dulu apakah kewenangan itu atas dasar apa, delegasi atau atribusi. Kalau atribusi, namanya saja internal, pasti itu urusan internal. Nah, kalau delegasi, dilihat dulu dia dapat delegasi dari siapa. Apakah memang ada delegasi dari pimpinannya atau apa yang memberi kewenangan berupa delegasi atau titipan pekerjaan,” tegasnya.
Soal Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I yang diduga ikut memeriksa pabrik-pabrik rokok kecil tersebut, menurutnya, harus dilihat tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari Kanwil BC Jatim I, termasuk apakah itu merupakan hal yang mendesak. Namun, sebelum hal itu terjadi, tetap harus ditelisik apakah ada kewenangan Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I untuk turun lapangan jika dilihat dari mekanisme di dalamnya.
“Dilihat saja apakah turun di lapangan itu, sudah mendesak atau tidak. Apakah turun lapangan itu bagian dari tupoksi dari Bea dan Cukai kalau memang ada pelanggaran. Nah, tentu dilihat dulu aspek-aspek yang memungkinkan kewenangan itu ada pada Bea dan Cukai yang melakukan terjun di lapangan terkait dengan masalah itu,” jelasnya.
Selain itu, Agus mengharapkan adanya sanksi sesuai berdasarkan mekanisme yang ditetapkan Kanwil BC Jatim I apabila Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I terbukti melakukan pelanggaran, dalam hal ini diduga penyalahgunaan wewenang. Sebaliknya, bila tidak melakukan pelanggaran, akuntabilitas publik diperlukan karena sebuah keputusan tidak dapat diambil sepihak saat ini.
Sementara itu, mengenai hanya pabrik-pabrik rokok kecil yang disasar Kanwil BC Jatim I, perlu juga transparasi tentang aspek-aspek yang dilanggar supaya tidak adanya kesan diskriminasi terhadap pabrik-pabrik rokok besar dan parameter prejudice yang tidak benar.
“Makanya ditransparansikan Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I itu mengapa turun ke lapangan, kemudian memeriksa atau menghentikan perusahaan-perusahaan rokok kecil. Apakah itu memang disebabkan karena ada pelanggaran di situ menyangkut mungkin secara administrasi cukai dan belum dipenuhi. Tidak dipenuhi karena apa, mana, peraturan apa yang dilanggar, supaya tidak ada kesan diskriminasi karena kok yang disasar yang kecil, yang besar kok tidak,” pungkasnya.
Tidak Ikut Memeriksa
Secara terpisah, dalam menanggapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I, Kepala Bidang Kepatuhan Internal Kanwil BC Jatim I Yanti Sanmuhidayanti mengatakan pihaknya tidak pernah turun untuk ikut serta melakukan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok.
Menurutnya, tindakan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok tersebut bermula dari rekomendasi Kepatuhan Internal berdasarkan SE 25 yang memerintahkan kepada seluruh kantor untuk melakukan analisis terhadap pabrik-pabrik yang ada di wilayah kerja mereka.
Adapun salah satu analisis tersebut ialah terkait dengan rasio kuantitas hasil produksi dan pemesanan pita cukai yang dilaporkan suatu pabrik rokok kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di wilayahnya dengan fakta yang ditemukan di lapangan berbeda.
Hal tersebut mengindikasikan ketidakwajaran sehingga perlu dilakukan pemeriksaan.
“Yang mungkin melakukan seperti itu bukan dari Kepatuhan Internal, tetapi kepala seksi dan pelaksana di kantor wilayah masing-masing. Apabila ada yang tidak wajar, kepala seksi, pelaksana, entah itu Kepala Seksi P2, Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai, terus kemudian Pelaksananya tersebut turun untuk melakukan pemeriksaan,” terang Yanti.
Jika pun Kepatuhan Internal terlihat turun ke pabrik-pabrik rokok, lanjutnya, hanya untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pegawai Kanwil Bea dan Cukai Jatim I. Hal itu sesuai dengan tugas Kepatuhan Internal yang berada di lapisan kedua dalam hal pengendalian intern untuk melakukan pemantauan apakah kinerjanya sudah sesuai SOP atau belum.
“Untuk memperdalam seperti apa sih mereka melakukan pengendalian internnya itu. Salah satu kita uji petik. Tidak semua pabrik rokok kita datangi. Kita bertanya kepada si pegawai, apa sih yang kalian lakukan. Jadi, dari situ saya bisa membaca kalian sudah menjalankan sesuai SOP atau belum,” katanya. (RNS/J1)