PAULANER Brauhaus, restoran mewah khas Jerman di Hotel Kempinski Jakarta, selama sekitar sepuluh tahun diduga secara bebas memproduksi minuman beralkohol jenis bir.
Anehnya, menurut informasi yang diterima Jurnal Investigasi dari masyarakat, Paulaner Brauhaus membangun pabrik pembuatan bir di tempat yang tidak semestinya, yaitu di lantai basement Hotel Kempinski yang menyatu dengan gedung pusat perbelanjaan Mal Grand Indonesia.
Bila mengacu pada regulasi tentang izin pendirian pabrik pembuatan minuman beralkohol, keberadaan industri pembuatan bir di lantai basement sebuah hotel dan apalagi menyatu dengan gedung pusat perbelanjaan, seharusnya tidak diperbolehkan karena menabrak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 201/PMK.04/2008.
Namun, manajemen Paulaner Brauhaus cuek dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Saat ditemui untuk mendapatkan klarifikasi pada 17 Desember 2018, Manajer Restoran Paulaner Brauhaus, Idir, mengatakan,”Sudah bertahun-tahun Paulaner Brauhaus Jakarta berdiri dan tidak ada masalah. Kami juga mempunyai orang di Bea dan Cukai.”
Dia menambahkan, kalau ada tim dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyambangi Paulaner Brauhaus, mereka selalu welcome.
Atas penjelasan Idir, Jurnal Investigasi kemudian melanjutkan meminta klarifikasi tentang identitas orang Bea dan Cukai yang dimaksud serta perannya di Paulaner Brauhaus.
“Cari sendiri dong. Anda kan wartawan, tentu bisa tahu lebih banyak. Maaf, saya tidak bisa menyebutkan nama orang Bea Cukai itu,” tutup Idir mengakhiri pembicaraan.
Sementara itu, saat Jurnal Investigasi menelusuri proses pembuatan bir di lantai basement Hotel Kempinski, terungkap Paulaner Brauhaus menggunakan gandum impor asal Jerman sebagai bahan baku utama.
Untuk mendapatkan kualitas bir sesuai citra rasa khas Jerman, bahan baku gandum sengaja didatangkan dari negara itu.
Gandum-gandum impor tersebut ditumpuk dan disimpan dalam gudang di basement Hotel Kempinski sebelum diolah melalui proses fermentasi di pabrik yang juga berada di lantai basement Hotel Kempinski.
Setiap pagi, sebelum restoran mewah itu dibuka untuk tamu, bir hasil olahan yang telah dimuat ke dalam puluhan barel, diangkut para pelayan restoran dari lantai basement ke dapur restoran.
Buka tutup segel
Secara terpisah, terkait pengawasan terhadap pabrik dan pelaksanaan pungutan cukai atas minuman beralkohol yang diproduksi Paulaner Brauhaus, sumber Jurnal Investigasi mengungkapkan, para petugas di bagian Penindakan dan Penyidikan (P2) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean A Halim Perdanakusuma, sudah lama mencium keberadaan pabrik bir di lantai basement Hotel Kempinski.
Demikian juga para petugas P2 di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jakarta, sejak lama telah mengetahui hal itu.
“Pabrik bir milik Paulaner Brauhaus sudah beberapa kali disegel Bea dan Cukai. Disegel, dibuka lagi segelnya. Kemudian disegel lagi, dibuka lagi. Sering begitu,” tutur sumber.
Tapi, dalam tiga tahun terakhir, terjadi kejanggalan. Petugas P2 Bea dan Cukai tidak pernah menyentuh pabrik bir itu lagi.
Untuk mendapatkan penjelasan dan klarifikasi dari Bea dan Cukai, pada 23 November 2018, Jurnal Investigasi melayangkan surat permintaan wawancara kepada Direktur P2 Bea dan Cukai di kantor pusat.
Pada 6 Desember 2018, Jurnal Investigasi menyambangi kantor pusat Bea dan Cukai menemui Sudiro, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Bea dan Cukai.
Menurut Sudiro, surat Jurnal Investigasi akan disampaikan ke Direktur P2. Pada 10 Desember 2018, Jurnal Investigasi kembali menghubungi Sudiro lewat pesan WhatsApp Messenger untuk menanyakan tanggapan dari P2. Sudiro menjawab singkat, segera disampaikan ke P2.
Lalu, pada 13 Desember 2018, Jurnal Investigasi lewat pesan WhatsApp Messenger kembali menanyakan Sudiro tentang tanggapan P2. Sudiro membalas agar menghubungi staf P2.
Kemudian, Jurnal Investigasi menghubungi staf P2 melalui pesan WhatsApp Messenger di nomor yang diberikan Sudiro.
“Seingat saya, jawaban lisan dari Bapak Direktur P2 waktu itu adalah kita siap diwawancara jika data terkait siap. Nah, saya tidak confirm lagi karena kesibukan tugas saya yang lain di akhir tahun,” jawab staf P2.
Jurnal Investigasi kemudian meminta agar waktu wawancara dengan Direktur P2 di-reschedule dan staf P2 menyanggupi hal itu. Namun, hingga artikel ini dimuat, Jurnal Investigasi tidak mendapat kabar dari P2. (Joe) – BERSAMBUNG —