MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah terus mengembangkan kebijakan inovatif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim melalui tiga cara, yaitu Climate Change Fiscal Framework (CCFF), carbon pricing, dan pooling fund bencana. Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber di acara Townhall Tempo Muda Bersama Sri Mulyani Indrawati pada Selasa (9/11) secara daring.
CCFF merupakan kerangka untuk memformulasikan kebijakan fiskal dan strategi memobilisasi dana di luar APBN. Kebijakan fiskal telah memasukkan isu perubahan iklim dalam desainnya, dari financing supply, financing need, financing gap, hingga strategi fiskal. Selain itu, juga mengidentifikasi asal pendanaannya dari pajak, hibah, swasta, atau negara maju yang berjanji memberikan bantuan kepada negara berkembang untuk melakukan mitigasi dan adaptasi.
“Bagaimana membuat financing itu happen. Jadi, tidak retorika. Ini adalah sesuatu yang real,” ungkapnya.
Kebijakan selanjutnya ialah pemerintah menggunakan mekanisme pasar dalam menekan laju perubahan iklim dengan memperkenalkan carbon pricing. Menkeu menjelaskan bahwa fenomena perubahan iklim dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai market barrier, sesuatu yang menyebabkan konsekuensi negatif, tapi tidak terlihat dalam harga seperti produksi CO2 dalam industri.
“Sekarang ini di dunia sedang upayakan membentuk harga karbon sehingga orang tahu konsekuensinya,” tandasnya.
Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan sederhana, Indonesia telah memasukkan pajak karbon untuk menangani perubahan iklim.
Objek pajak karbon ialah barang yang mengandung karbon dan aktivitas yang mengemisi karbon. Adapun subjek pajaknya, yaitu orang pribadi dan badan usaha dengan tarif Rp30 per kg CO2 ekuivalen.
“Penerapan nilai ekonomi karbon itu tidak mudah, tapi harus dimulai, pasti kompleks. Inilah yang menjadi perjuangan kita sekarang bagaimana melindungi kepentingan Indonesia, alam, ekonomi, dan penduduk,” ungkapnya.
Kebijakan ketiga ialah pooling fund bencana. Pooling fund dilatarbelakangi tingginya risiko bencana di Indonesia. Menurut Bank Dunia (2018), Indonesia berada pada peringkat 12 dari 35 negara yang rentan terhadap bencana.
“Sekarang kita mencoba mengelola kalau terjadi bencana selain pencegahan di hulunya, bicara di hilirnya. Begitu bencana terjadi, kita punya anggaran untuk menolong. Makanya, kami sekarang membuat apa yang disebut pooling fund bencana. Banyak hal yang memang membutuhkan suatu sofistikasi,” pungkasnya. (dj/nug/hpy/J1)