MOTIF orang-orang kaya di seluruh dunia menempatkan dana mereka dalam skala besar di negara-negara surga pajak atau lebih populer dikenal dengan sebutan negara-negara tax haven, antara lain dimaksudkan untuk menghindari pajak dan terkait pencucian uang (money laundering). Menurut hasil investigasi International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), orang-orang kaya yang melarikan dana mereka ke negara-negara tax haven berasal dari kalangan pengusaha, politikus, dan selebriti termasuk pengusaha dan politikus dari Indonesia (lihat: Menakar Nasionalisme Sandiaga – Bagian Pertama).
Apakah orang-orang kaya yang menempatkan dana mereka di negara-negara tax haven masih layak menyandang gelar nasionalis atau seorang yang mempunyai rasa nasioanlisme tinggi? Tentu pembaca bisa menyimpulkan atau mempunyai argumen sendiri. Jurnal Investigasi hanya mengulas fakta-fakta yang terungkap.
Sebagai lanjutan artikel Menakar Nasionalisme Sandiaga, fakta kedua yang akan diulas ialah Paradise Papers. Nama Sandiaga Uno untuk kedua kalinya tercantum dalam daftar orang-orang kaya Indonesia yang menempatkan dana dalam skala besar di negara-negara tax haven.
Untuk informasi, Paradise Papers memuat sebanyak 13,4 juta dokumen investasi di Bermuda, yaitu negara lepas pantai di kawasan Samudera Atlantik yang tergabung dalam kekuasaan kerajaan Inggris. Paradise Papers yang dibocorkan pihak anonim, memuat 120 ribu nama pengusaha dan politikus serta nama perusahaan yang memakai jasa firma hukum Appleby. Firma hukum Appleby adalah perusahaan yang berbasis di Bermuda yang menyediakan jasa pendirian perusahaan cangkang atau offshore company di negara tax haven.
Lalu, apa bedanya firma hukum Appleby dengan firma hukum Mossack Fonseca yang diulas dalam artikel Menakar Nasionalisme Sandiaga: Bagian Pertama? Pertama, firma hukum Appleby berbasis di Bermuda, sedangkan Mossack Fonseca berkantor di Panama. Kedua, tarif yang dikenakan Appleby jauh lebih tinggi ketimbang tarif yang dipasang Mossack Fonseca.
Seperti dikutip dari Antara News, menurut salah satu pendiri ICIJ Andreas Harsono, Applebly adalah firma hukum yang tarifnya paling mahal di dunia. Dengan begitu, Appleby lebih prestius ketimbang Mossack Fonseca. Namun, Appleby dan Mossack Fonseca sama-sama firma hukum di bidang penyedia jasa pengelolaan aset yang membantu klien-klien mereka mendirikan perusahaan-perusahaan cangkang di negara-negara tax haven.
Untuk pertama kali, dokumen Paradise Papers dibocorkan kepada surat kabar Jerman Suddeutsche Zeitung, yakni kantor berita yang pernah menerima dokumen Panama Papers pada 2016. Suddeutsche Zeitung kemudian menghubungi ICIJ dan 100 perusahaan pers lainnya untuk secara bersama-sama menyelidiki isi dokumen Paradise Papers.
Pada 5 November 2017, Paradise Papers dibocorkan ke publik. Nama-nama pengusaha, politikus dan selebriti dari berbagai negara yang tercantum dalam Paradise Papers kembali menjadi sorotan dunia. Firma hukum Appebly pada Oktober 2017 mengaku kepada ICIJ bahwa firma hukum itu mengalami insiden keamanan data yang menyebabkan data-data klien mereka merembes ke pihak lain.
Sementara itu, Sandiaga saat ditanya wartawan pada Senin (6/11/2017) di Balai Kota Jakarta, mengatakan akan mendalami temuan Paradise Papers yang memuat namanya dalam daftar sederetan pengusaha dan politikus Indonesia yang menempatkan dana berskala besar di negara-negara tax haven lewat bantuan firma hukum Appleby. “Paradise Papers, yang baru tadi ada satu yang sampaikan saya sendiri masih menunggu datanya,” kata Sandiaga kepada pers di Balai Kota.
Pada Selasa (7/11/2017), Sandiaga kembali memberikan penjelasan kepada pers di Balai Kota Jakarta. Dia mengaku pernah menjadi Direksi Keuangan selama sekitar dua tahun di NTI Resources. “NTI Resources adalah tempat saya pernah bekerja pada tahun 1995-1996 akhir. Saya sudah mengundurkan diri dan perusahaan itu sudah diambil alih oleh manajemen baru. Direktur utamanya bukan saya, saya waktu itu direktur keuangan,” kata Sandiaga di Balai Kota Jakarta.
Menurut Sandiaga, NTI Resources bukan perusahaan pengemplang pajak karena perusahaan tersebut terdaftar sebagai perusahaan terbuka. “Itu perusahaan yang tercatat di publik kok. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa. Jadi, bukan perusahaan cangkang. Ada kok di CV (curriculum vitae) saya. Sampai sekarang belum dapat data-data yang disebut sebagai Paradise Papers,” kilahnya.
Sandiaga memastikan tidak terkait dengan Paradise Papers. “Untuk Paradise Papers, kami sekali lagi tidak ada kaitannya. Semua aset saya sudah saya laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara transparan,” pungkas Sandiaga yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Jurnal Investigasi seperti diulas dalam artikel Menakar Nasionalisme Sandiaga: Bagian Pertama,telah mewawancarai sejumlah warga di ibukota terkait aksi simpatik Sandiaga membantu penguatan nilai tukar rupiah lewat konversi dolar Amerika Serikat milik mantan Wakil Gubernur DKI Jakartaitu yang secara simbolis dilakukan dengan menukar sebesarUS$ 1.000 di money changer Dua Sisi, Plaza Senayan, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat pada Kamis (6/9).Opini warga ibukota terbelah, sebagian menilai Sandiaga sebagai sosok nasionalis, yaitu seorang yang mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Namun, ada juga warga ibukota yang berpendapat sebaliknya.
Jika merujuk kepada defenisi nasionalis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian nasionalis ialah pecinta nusa dan bangsa sendiri atau orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya. Apakah Sandiaga seorang nasionalis atau bukan? Pembaca dapat berpartisipasi berargumen dengan mencantumkan komentar dalam kolom Leave a Reply di bawah ini. (Sap)