Langgar Aturan, KKP Musnahkan Ikan Impor Asal Jepang dan Kolombia

Langgar Aturan, KKP Musnahkan Ikan Impor Asal Jepang dan Kolombia
(Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan)

KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) memusnahkan 11,4 kg ikan segar asal Jepang dan 267 ekor ikan hias asal Kolombia. Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I Heri Yuwono menegaskan pemusnahan ini sejalan dengan peran BKIPM sebagai penyedia quality assurance.

Heri mengungkapkan ikan segar asal Jepang terdiri atas jenis kanpachi/Seriola dumerili sebanyak 8 kg, fresh hirame/Paralichthys olivaceus 1,5 kg, serta 1,9 kg kinki/Sebastolobus macrochir.

“Pada ikan ini, ditemukan penyakit ikan karantina golongan I, Viral Haemorrhagic Septicemia (VHS),” jelas Heri dalam rilisnya, Selasa (15/3).

Kemudian, pada ikan hias asal Kolombia, tidak dilengkapi dengan Rekomendasi Pemasukan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Selain itu, terdapat jenis ikan yang dilarang pemasukannya ke wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke dalam dan dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Jenis ikan yang tidak dilengkapi Rekomendasi Pemasukan tersebut terdiri atas 8 ekor sapu-sapu (Panaque sp), 14 silver dollar (Myleus schomburki), 48 sapu-sapu (Baryancistrus demantoides), 5 sapu-sapu (Panaque titan), 60 cichlid (Geophagus pallegrini), dan 91 cichlid (Cichlasoma severum/Heros severus). Sementara itu, jenis yang dilarang pemasukannya ke wilayah Indonesia sebanyak 41 ekor jenis gulper/Asterophysus batrachus.

“Kita musnahkan karena kualitas dan keamanan produk perikanan merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar,” tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Heri menerangkan, sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penetapan Jenis Penyakit Ikan Karantina, Organisme Penyebab, Golongan dan Media Pembawa, Viral Haemorrhagic Septicemia Virus (VHSV) merupakan organisme penyebab penyakit ikan karantina (PIK) golongan I yang dilarang pemasukan ke dan penyebarannya di dalam wilayah Indonesia.

Kemudian, untuk ikan hias yang dimusnahkan, diimpor melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 14 Februari 2022 dan ikan segar 24 Februari 2022. Pemusnahan dilakukan di Instalasi Karantina Ikan BKIPM Jakarta I dengan 2 cara, yaitu dibakar dan perendaman (short bathing) menggunakan larutan formalin. Untuk selanjutnya, dikubur.

Baca Juga:  Sri Mulyani Sebut Upaya Indonesia dalam Aksi Perubahan Iklim Sejalan dengan ASEAN

“Pemusnahan ini disaksikan pemilik dan saksi dari instansi terkait yang ada di wilayah Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Polresta, Bea Cukai, dan Karantina Pertanian),” tutupnya.

Berdasarkan tindakan karantina pemeriksaan, kegiatan pemasukan Impor ikan hias dari Kolombia tersebut melanggar Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang (UU) 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, tidak menyerahkan dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di antaranya persyaratan Rekomendasi Pemasukan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya untuk pemasukan Impor.

Tindakan karantina selanjutnya dilakukan penahanan yang diatur dalam Pasal 44 ayat 2 dan 3 UU 21 Tahun 2019 serta pemilik media pembawa diberikan kesempatan untuk dapat memenuhi dokumen persyaratan paling lama 3 hari kerja setelah ia menerima surat penahanan.

Setelah batas waktu pemenuhan dokumen persyaratan yang harus dilengkapi tidak terpenuhi, dilakukan tindakan karantina penolakan sesuai Pasal 45 ayat 2 huruf (d) UU 21 Tahun 2019. Dalam batas waktu penolakan yang ditetapkan, 3 hari kerja, media pembawa tidak segera dikembalikan ke negara asal, dilakukan tindakan karantina pemusnahan dan pemilik media pembawa menanggung segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pemusnahan sesuai Pasal 48 ayat 1 huruf (c) UU 21 Tahun 2019.

Apabila pemilik media pembawa tidak bersedia menanggung biaya pelaksanaan pemusnahan, ia melanggar Pasal 89 UU Nomor 21 Tahun 2019 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan pidana denda paling banyak Rp6 miliar. (RLS/J1)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *