KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan sosialisasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada pengelola kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Agung Sedayu Group di Jakarta Utara yang berlangsung secara daring maupun luring, Rabu (2/3).
Sosialisasi gencar dilakukan KKP untuk memastikan pemanfaatan ruang laut oleh pelaku usaha maupun masyarakat berjalan sesuai aturan sehingga tidak mengancam keberlanjutan ekosistem laut.
“Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut di perairan pesisir, wilayah perairan, dan/atau wilayah yurisdiksi secara menetap di sebagian ruang laut wajib memiliki KKPRL. Hal ini harus dipenuhi,” ujar Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari yang akrab disapa Tari membuka kegiatan sosialisasi.
Sebagai informasi, KKPRL merupakan persyaratan dasar yang harus dimiliki pelaku kegiatan menetap di ruang laut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pelaksanaan KKPRL diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.
Sosialisasi KKPRL di kawasan Pantai Indah Kapuk digelar Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang, unit pelaksana teknis di bawah naungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Ruang Laut. Kegiatan yang turut melibatkan tim Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) tersebut dihadiri Direktur Pengelolaan Ruang Laut Suharyanto, Kepala Loka PSPL Serang Syarif Iwan Taruna Alkadrie, Direktur Security Agung Sedayu Group Muhamad Rum dan tim, serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Melalui sosialisasi, Tari berharap Agung Sedayu Group mampu memahami bagaimana pemanfaatan ruang laut terhadap rencana tata ruang laut dan/atau rencana zonasi. Kemudian, mengenai mekanisme KKPRL dalam perizinan berusaha berbasis risiko, alur dalam sistem OSS berbasis risiko, proses pemberian persetujuan, hak dan kewajiban, serta pencatatan, pengadministrasian, dan pemutakhiran data.
“Kegiatan dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mencatat, dan mengadministrasikan kegiatan yang memanfaatkan ruang laut secara menetap oleh perorangan, badan usaha, pemerintah atau pemerintah daerah (pemda) ataupun masyarakat lokal maupun tradisional,” jelas Tari.
Setelah sosialisasi, kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan lapangan identifikasi pemanfaatan ruang laut di kawasan PIK. Langkah ini sekaligus untuk mendapatkan data pemanfaatan ruang laut eksisting di PIK dan perairan sekitarnya. Output yang diharapkan berupa data dan informasi yang meliputi nama pemrakarsa (pelaku usaha, pemerintah, pemda, masyarakat), status perizinan, dan luasan total per kegiatan eksisting yang ada.
Melalui tinjauan lapangan, KKP melihat langsung area eksisting yang belum memiliki perizinan KKPRL di PIK 2, di antaranya area jembatan, reklamasi, dan jetty kapal pesiar.
Dari data-data tersebut, nantinya dapat diperkirakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang akan diperoleh melalui Persetujuan KKPRL (PKKPRL) yang akan dimohonkan para pelaku usaha tersebut serta data pelaku usaha yang masuk ranah pelanggaran dan informasi lainnya.
Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin mengatakan KKP tengah gencar melakukan monitoring KKPRL, terutama untuk kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi bagi kesehatan laut, seperti reklamasi, yang mana berpotensi merusak ekosistem lamun dan terumbu karang yang lokasinya kebanyakan berada di perairan dangkal tidak jauh dari bibir pantai.
Berdasarkan hasil monitoring KKP bersama pemerintah daerah di beberapa lokasi, kata Doni, baik melalui analisis citra satelit, peninjauan langsung, maupun laporan dari masyarakat, telah teridentifikasi sekitar ratusan kegiatan yang belum memiliki KKPRL.
“Angka tersebut masih bisa bertambah karena atas arahan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, sudah diperintahkan Ditjen PRL dan PSDKP untuk membentuk tim yang turun ke lapangan melihat langsung lokasi-lokasi yang berpotensi belum mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL),” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa Menteri Trenggono mengimbau kepada pelaku usaha di ruang laut maupun pemerintah dan pemerintah daerah pelaku kegiatan nonberusaha, untuk segera mengurus KKPRL yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 28 Tahun 2021.
Keberadaan KKPRL sangat penting, di antaranya untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang laut di tengah para pelaku kegiatan. Kemudian, agar tercapainya pemanfaatan ruang laut yang sesuai dengan rencana tata ruang laut atau rencana zonasi. Dengan demikian, kegiatan di ruang laut yang tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, aktivitas budi daya, maupun sosial, dapat berjalan optimal tanpa mengancam kelestarian ekosistem laut.
“KKP mengedepankan sosialisasi ke pelaku usaha soal PKKPRL bagi yang belum memiliki seperti dilakukan hari ini. Apabila hasil pengawasan menunjukkan bahwa pelaku usahanya bandel atau telanjur kegiatannya merusak ekosistem laut, berdasarkan PP 5/2021 dan PP 21/2021, dapat diberikan sanksi berupa teguran atau peringatan tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, serta pembekuan dan pencabutan persetujuan ataupun perizinan berusaha,” tutupnya. (RLS/J1)