KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), mengadakan Uji Publik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) tentang Kurikulum Merdeka, Jum`at (16/2).
Uji publik dihadiri oleh 152 orang perwakilan pemangku kepentingan pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia. Para peserta berasal dari unsur kepala satuan pendidikan, pendidik, dinas pendidikan dan pengawas, yayasan penyelenggara pendidikan, organisasi masyarakat, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan mitra pendidikan.
Penerapan Secara Bertahap untuk Mewujudkan Pelajar Sepanjang Hayat
Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Permendikbudristek yang sedang dirancang merupakan bagian dari pengembangan dan penerapan Kurikulum Merdeka secara bertahap. “Pengembangan Kurikulum Merdeka dilakukan sejak awal 2020 dan diterapkan secara terbatas di sekitar 3.000 Sekolah Penggerak pada 2021. Pada tahap berikutnya, yaitu tahun 2022 dan 2023, Kurikulum Merdeka menjadi opsi yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan. Pada tahap tersebut, lebih dari 300 ribu satuan pendidikan secara sukarela memilih untuk mulai menerapkan Kurikulum Merdeka. Ini mencakup sekitar 80% dari satuan pendidikan formal di Indonesia,” jelas Anindito.
Pada 2024 penerapan kurikulum baru akan diperkuat dengan adanya Permendikbudristek Kurikulum Merdeka. “Regulasi ini akan memberi kepastian bagi semua pihak tentang arah kebijakan kurikulum nasional. Setelah Permendikbudristek ini terbit, sekitar 20% satuan pendidikan yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka akan memiliki waktu 2 tahun untuk mempelajari dan kemudian menerapkannya,” tambah Anindito.
Menurut Anindito, yang paling penting ditekankan dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah tujuannya. “Pergantian kurikulum hanya cara untuk mencapai tujuan yang kita inginkan bersama, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran bagi semua murid. Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberi fleksibilitas bagi pendidik dan satuan pendidikan untuk menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik agar menjadi pemelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila,” ujar Anindito.
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Zulfikri, menegaskan bahwa kurikulum ini merupakan milik kita semua. “Hakikatnya pendidikan bersifat inklusif, hadir untuk semua anak. Dunia pendidikan terbuka menerima peserta didik dengan segala kondisi. Peran pendidik menjadikan peserta didik yang mempunyai kekurangan untuk mampu mencari dan menemukan kekuatan di balik kekurangannya. Seorang guru sejati, ikhlas menerima peserta didik apa adanya,” jelas Zulfikri.
Proses pengembangan yang berkelanjutan dan partisipatif merupakan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan yang diluncurkan tepat guna bagi pendidikan, termasuk kurikulum. Rancangan Permendikbudristek tentang Kurikulum Merdeka disusun guna memastikan kualitas dan menjaga keberlanjutan transformasi pendidikan di Indonesia, serta menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional. Pada substansinya, naskah ini mengatur terkait tujuan dan prinsip, kerangka dasar dan struktur kurikulum, serta hal-hal terkait implementasi Kurikulum Merdeka.
Ketika peraturan ini ditetapkan, satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dapat melaksanakan Kurikulum 2013 sampai dengan paling lama tahun ajaran 2025/2026. Artinya, pemerintah memberikan waktu bagi satuan pendidikan untuk bertransisi. Selain itu, satuan pendidikan diberikan keleluasaan menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap mulai dari kelas 1, 4, 7, dan 10 atau untuk seluruh kelas.
Masukan Konstruktif dari Para Pemangku Kepentingan
Peserta uji publik yang hadir dari berbagai unsur telah menyampaikan masukan yang sangat konstruktif disertai berbagai pendapat dan sudut pandang yang akan dijadikan bahan perbaikan dari rancangan peraturan menteri ini.
Salah satu pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Alamsyah, menyatakan Kurikulum Merdeka bisa melejitkan daya saing kuat Indonesia hingga 50 tahun ke depan. “Untuk itu, penambahan dan pemberian ruang bagi pendidikan keagamaan di madrasah, sekolah, dan pesantren perlu menjadi pertimbangan. Selain itu, penguatan kebangsaan bisa jadi perhatian bersama, misalnya melalui pramuka atau kegiatan lainnya. Kegiatan semisal itu perlu diwajibkan,” jelas Alamsyah.
Perwakilan dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Bagus Mustakim, mengapresiasi uji publik dan memberikan beberapa masukan. “Aspek lokalitas perlu muncul dalam peraturan. Hal ini dapat dilakukan melalui muatan lokal yang dapat diintegrasikan dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau bisa juga dengan mata pelajaran khusus melalui ekstrakurikuler,” ujar Bagus.
Sementara itu, Eko Ady, perwakilan dari Ikatan Pamong Belajar Indonesia (IPABI) mengapresiasi langkah Kemendikbudristek yang melibatkan berbagai pihak dalam menyusun peraturan ini. “Pelibatan publik ini menjadi awal yang bagus, agar grand design dari pendidikan itu dapat kami terima dan berikan masukan. Dengan demikian, ketika nanti diimplementasikan menjadi mudah dan efektif di lapangan,” ucap Eko.
Dari kelompok pengawas, Rivai menuturkan, “Saya mengapresiasi kegiatan ini. Peraturan yang dirumuskan untuk umum tentu harus diuji publik dulu dari berbagai unsur sehingga rumusan-rumusan akhir sudah mempertimbangkan kepentingan dari berbagai unsur dan dapat meluruskan miskonsepsi.”
Isti Budhi Setiawati, perwakilan dari komunitas Ibu Penggerak mengatakan bahwa rancangan peraturan ini sudah sangat detail dan bahasanya mudah dipahami oleh orang tua. “Mungkin yang menjadi perhatian adalah pemilihan bahasa yang gampang dicerna. Nanti yang menjadi tantangan adalah jika aturan ini sudah ditetapkan menjadi Permendikbudristek. Kemendikbudristek perlu menyusun strategi sosialisasi yang memudahkan orang tua untuk memahami aturan ini,” tegas Isti.
Sejalan dengan Isti, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Danang Hidayatullah, menyampaikan bahwa pemerintah perlu menyusun strategi sosialisasi dan implementasi yang memudahkan para pemangku kepentingan memahami peraturan ini, khususnya di level satuan pendidikan dan pendidik, agar implementasinya tepat guna. “Organisasi profesi guru siap membantu pemerintah untuk mengamplifikasi kebijakan ini dan pemerintah diharapkan dapat memfasilitasinya,” tutur Danang.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, juga menegaskan bahwa strategi implementasi penting untuk direfleksikan untuk mengatasi permasalahan di lapangan. “Agar ekosistem pendidikan memahami peraturan secara komprehensif dan dapat berperan aktif dalam implementasi peraturan ini,” jelas Ubaid.
Lebih lanjut, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Asep Tapip Yani, menyampaikan apresiasi dan sekaligus masukan. “Lampiran telah mencakup kebutuhan, tetapi perlu disesuaikan beberapa redaksi agar lebih terintegrasi dan konsisten,” jelas Asep.
Di sisi lain, Nurhandi sebagai perwakilan dari Universitas Sanata Dharma menyambut baik kehadiran Kurikulum Merdeka. “Kurikulum ini tidak lagi tentang content-based, tetapi lebih menekankan pengetahuan, sehingga perlu dihargai dan diapresiasi. Kurikulum ini juga punya peluang fleksibilitas otonomi sekolah,” tutur Nurhandi. Namun, hal-hal seperti asesmen yang menguatkan proses pembelajaran perlu dikuatkan kembali. Ini penting karena selama ini pembelajaran cenderung disesuaikan dengan asesmen. Padahal, asesmen dilakukan untuk melihat capaian pembelajaran peserta didik.
Melengkapi beberapa masukan tersebut di atas, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Uswatun Hasanah, menyatakan bahwa konsep dari Kurikulum Merdeka ini sudah baik, tetapi peran serta semua pihak sangat penting untuk mencari solusi atas berbagai tantangan di lapangan. “Kami mengusulkan perlunya penguatan dengan berbagai perspektif. Regulasi ini bisa menjadi ‘rumah’ untuk setiap daerah.”
Uji publik menjadi wadah bagi Kemendikbudristek untuk menerima masukan dan aspirasi yang bersifat konstruktif dari para pemangku kepentingan, baik dari sisi formal maupun materi substansial dalam upaya penyempurnaan rancangan peraturan menteri tersebut. “Garis besar rancangan peraturan menteri ini adalah mengatur tentang tujuan dan prinsip dari Kurikulum Merdeka, kerangka dasar dan struktur Kurikulum Merdeka, serta implementasi dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. Ketika Permendikbudristek ini sudah ditetapkan, diharapkan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dan memperoleh dukungan dari berbagai pihak,” jelas Anindito.
Anindito menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua peserta yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berharga untuk menghasilkan sebuah kebijakan pendidikan yang inklusif.
Pada tahun 2024, pemerintah akan kembali membuka pendaftaran bagi seluruh satuan pendidikan yang akan menerapkan Kurikulum Merdeka. Untuk mempelajari berbagai informasi dan regulasi terkait kebijakan kurikulum, publik dapat mengaksesnya melalui laman https://kurikulum.kemdikbud.go.id dan buku teks Kurikulum Merdeka di https://buku.kemdikbud.go.id/katalog/buku-kurikulum-merdeka.