PENYIDIK Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Pidsus Kejati Jabar) menahan tersangka inisial D mantan Kepala Desa (Kades) Mandalawangi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dalam dugaan tindak pidana korupsi. Perbuatan tersangka terkait dengan peralihan aset desa sekitar 11.000 meter persegi pada Senin (29/11).
Tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari, terhitung sejak 29 November 2021-18 Desember 2021 yang dititipkan di Rutan Polrestabes Bandung sesuai Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penyidikan) T-2 Nomor: Print-1248/M.2/Fd.1/11/2021 29 November 2021.
Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jabar Dodi Gazali Emil SH, MH melalui keterangan resmi pada Senin (29/11).
Menurut Kasi Penkum, perkara tersebut berawal dari operasi intelijen Bidang Intelijen Kejati Jabar terkait dengan adanya dugaan mafia tanah di Kabupaten Bandung. Selanjutnya, dilakukan penyelidikan lalu ditingkatkan ke Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Jabar.
Ia menambahkan bahwa pada 2018, tersangka D bersama F dan Y sepakat untuk menukar objek tanah yang berasal dari tiga buah akta jual beli (AJB) atas nama AS yang berada di lokasi Persil 16 Desa Mandalawangi menjadi 3 buah objek tanah yang berada di lokasi tanah Carik Persil 12 Desa Mandalawangi. Tersangka D kemudian memerintahkan para tim PTSL untuk membahas proses penerbitan sertifikat dengan pengajuan atas nama YR pada tanah Carik Persil 12 di Desa Mandalawangi yang merupakan aset desa. Setelah sertifikat jadi, tersangka D memberitahu YR. Selanjutnya, YR meminta kepada D untuk mengambil sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bandung.
Sebagai informasi, Desa Mandalawangi mempunyai aset desa atau kekayaan desa berupa objek tanah carik yang sudah turun-temurun sejak 1960 Persil 12 dan 13 Blok Pasir Hu’ut yang sebelumnya masuk wilayah Desa Bojong, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.
Akibat perbuatan tersangka D, telah hilang aset desa Mandalawangi berupa tanah seluas 11.000 meter persegi sekitar senilai Rp3,3 miliar.
Adapun pasal yang disangkakan, yaitu Pasal 2 atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman maksimal 20 tahun pidana penjara. (RLS/J1)