Kejaksaan Tangkap Koruptor Asal Kalimatan Barat yang Buron 13 Tahun

Kejaksaan Tangkap Koruptor Asal Kalimatan Barat yang Buron 13 Tahun
Sumber: Kejaksaan

DAFTAR pencarian orang (DPO) tindak pidana korupsi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat atas nama Lim Kiong Hin alias Aheng berhasil ditangkap Kejaksaan Tinggi Bengkulu saat sedang bersembunyi di indekos wilayah Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Akibat perbuatan tersebut, Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekitar Rp16,448 miliar.

Asisten Intelejen Kejaksaan Tinggi Bengkulu Mochamad Judhy Ismono mengatakan DPO atas kasus korupsi ini telah buron sejak 13 tahun lalu. Perkara ini sudah putus di 2009.

Berawal dari tim tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mendapat informasi keberadaan DPO di wilayah Bengkulu.

“Saat mendapatkan informasi tersebut, kita melakukan pemetaan dan menemukan keberadaan DPO. Kita lakukan penangkapan,” kata Judhy dalam rilisnya, Selasa (29/3).

Judhy menjelaskan DPO atas nama Lim Kiong Him ditangkap di sebuah kontrakan di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko. Saat itu terpidana sedang sendiri di kamar kontrakannya.

“Saat ini terpidana sedang dalam perjalanan menuju Kota Bengkulu dan sementara akan kita tahan di Kejati Bengkulu menunggu kedatangan Kejati Kalimantan Barat,” ungkap Judhy.

Diketahui, pada 7 Juni 2001, terpidana/DPO atas nama Lim Kiong Hin selaku Komisaris PT Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No 15 3 November 2000 dan sebagai Kuasa Direktur PT Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No 61.

Pada 16 Februari 2001, bersama-sama dengan M Farid A selaku Accounting Manager PT Sinar Kakap mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak Jalan Tanjungpura berupa kredit investasi sebesar Rp4,5 miliar dan kredit modal kerja sebesar Rp500 juta, dengan menyerahkan data-data, di antaranya Legalitas Usaha, Manajemen Usaha, serta Daftar Rencana Investasi (Project Cost) PT Sinar Kakap yang terdiri atas pembangunan pabrik pengolahan hasil laut sebesar Rp5.162.750.000 dan pembangunan pabrik es kapasitas 60 ton/hari sebesar Rp2.810.000.000.

Untuk mendukung proposal rencana investasi tersebut, terpidana/DPO membuat dan menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif guna membuktikan adanya pembiayaan sendiri yang dilakukan PT Sinar Kakap yang nilainya telah di-mark up terpidana/DPO, antara lain invoice dari l Kwang Tai Refrigenerator dan 4  kuintansi dari PT Era Teknik.

Baca Juga:  Eks Bupati Tabanan Jadi Tersangka Korupsi Terkait Dana Insentif Daerah

Setelah data-data PT Sinar Kakap beserta rencana investasinya disampaikan ke pihak Bank BNI Cabang Pontianak kepada Agus Wibowo dan Alih Swasono selaku Penyelia Pemasaran Bisnis Bank BNI Cabang Pontianak, selanjutnya dilakukan verifikasi fisik barang dengan cara mendatangi Pabrik Pengolahan Udang PT. Sinar Kakap. Kemudian, pada 10 Agustus 2001, permohonan fasilitas kredit yang diajukan saat 7 Juni 2001 disetujui Bank BNI Cabang Pontianak.

Selanjutnya, pada 16 November 2001, terpidana/DPO mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 miliar dengan jaminan kapal kargo Bali Express senilai Rp900 juta yang kemudian dinaikkan nilai jaminannya sebesar Rp2,4 miliar.

Lalu, pada 25 Januari 2002, terpidana/DPO kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp1,350 miliar.

Kemudian, pada 11 April 2002, terpidana/DPO mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp8 miliar.

Dapat diketahui, terpidana/DPO telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan Bank BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan dari pejabat Bank BNI Cabang Pontianak, yang mana seharusnya terpidana/DPO menggunakan kredit yang diperolehnya dari Bank BNI Cabang Pontianak untuk meningkatkan target penjualan.

Namun, fasilitas kredit modal kerja yang diperoleh terpidana/DPO dari Bank BNI Cabang Pontianak digunakan untuk kepentingan pribadi Terpidana/DPO, yang mana hal tersebut bertentangan dengan Buku Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03.

Akibat perbuatan terpidana/DPO dan M Farid A, menyebabkan Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekitar Rp16,448 miliar.

Putusan Pengadilan

Oleh jaksa penuntut umum dalam Surat Tuntuntan 27 Juni 2007, terpidana/DPO dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar kententuan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca Juga:  Menhub Cek Perkembangan Pembangunan Jalur Kereta Api di Aceh

Selanjutnya, menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subdider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp16,448 miliar. Dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun.

Oleh Pengadilan Negeri Pontianak berdasarkan Putusan Nomor: 543/PID.B/2006/PN.PTK Tanggal 20 Agustus 2007, terpidana/DPO dinyatakan “Penuntutan Terpidana/DPO tidak dapat diterima/Bebas”

Oleh Pengadilan Tinggi Pontianak berdasarkan Putusan Banding dan Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Kasasi, juga Putusan Peninjauan Kembali (PK), menyatakan bahwa permohonan terdakwa ditolak. (RLS/J1)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *