KEDUTAAN Besar RI di Den Haag mengadakan pertemuan dengan para Indonesianis di Belanda, Selasa (9/11). Pertemuan ini dihadiri 17 ahli Indonesia dari berbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Leiden, Universitas Groningen, KITLV, dan Universitas Amsterdam. Pertemuan bertujuan mendapatkan masukan dari para Indonesianis tentang peningkatan kerja sama pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan Belanda.
Pertemuan tersebut dibuka Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Mayerfas. Dalam sambutannya, ia memaparkan kerja sama bidang pendidikan dan kebudayaan dalam beberapa kerangka program, seperti Scientific Programs Indonesia-Netherlands (SPIN), Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Indonesia International Students Mobility Award (IISMA), dan revitalisasi pendidikan vokasi.
Sementara itu, di bidang kebudayaan, terdapat beberapa kerja sama antarmuseum, seperti pengembalian benda-benda bersejarah serta pameran bersama antara Rijksmuseum Amsterdam dan Museum Nasional pada 2022.
Ia menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para Indonesianis atas kontribusi mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada penguatan diplomasi kedua negara.
“Melalui hasil riset, para Indonesianis telah membantu kedua pemerintah negara untuk saling memahami dengan lebih baik persoalan-persoalan politik, ekonomi, dan budaya,” katanya.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan berbagi pengalaman para Indonesianis yang dipandu Atase Pendidikan dan Kebudayaan Din Wahid.
Salah satu isu yang diangkat dalam diskusi ialah turunnya minat kajian tentang Indonesia di Belanda. Jika dahulu terdapat departemen khusus tentang kajian Indonesia, saat ini hal itu menjadi bagian Kajian South and Southeast Asian.
Dalam menanggapi hal tersebut, peserta menyampaikan bahwa penurunan minat bukan hanya terhadap kajian tentang Indonesia, melainkan juga terjadi pada wilayah lain.
“Jangan terlalu khawatir dengan masalah Indonesia. Kajian tentang Indonesia akan selalu menjadi perhatian kami,” ujar Prof Adriaan Bedner dari Universitas Leiden.
Isu lain yang dibahas ialah topik mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda sebagian besar melakukan kajian tentang Indonesia. Padahal, salah satu profesor di Universitas Leiden juga mengharapkan mereka mengkaji Belanda.
“Kami juga ingin ada mahasiswa yang mengkaji Belanda, tidak melulu mengkaji Indonesia,” ungkap Prof Bart Barendregt dari Universitas Leiden.
Masalah kesinambungan melakukan riset bagi alumni juga menjadi sorotan dalam diskusi. Menurut mereka, banyak doktor-doktor alumnus Belanda yang sekembalinya ke Indonesia tidak lagi meneruskan riset. Hal itu disebabkan mereka terlalu sibuk dan tenggelam saat melakukan tugas-tugas adminsitratif dalam karir.
Pandemi covid-19 menjadi alasan baru terlaksananya Pertemuan Indonesianis ini meski sudah direncanakan sejak lama. Pertemuan tersebut dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai kebijakan terbaru Pemerintah Belanda.
Seperti diketahui, kerja sama pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan Belanda telah terjalin lama. Di bawah payung Nota Kesepahaman yang ditandatangani pada 2016 dan 2017, saat ini terdapat lebih dari 200 Nota Kesepahaman antara universitas-universitas di Indonesia dan Belanda yang mencakup berbagai program, seperti pertukaran pelajar, gelar ganda, visiting professor, serta riset dan publikasi bersama. (RLS/J1)