DI industri perbankan, istilah know your customer menjadi salah satu kunci sukses untuk menggaet nasabah. Para karyawan bank diajarkan untuk mengenal detail nasabah.
Atau, setidaknya know your customer dipraktikkan saat nasabah akan memasuki sebuah pintu gedung bank. Tegur sapa ramah petugas sekuriti yang dihiasi senyum menyambut setiap nasabah tanpa membedakan nasabah kecil atau kakap.
Pemandangan seperti itu bisa kita jumpai terutama di bank-bank swasta nasional. Sebut saja Bank BCA, Maybank, NISP, dan lainnya. Kesan ramah dan bersahabat membuat setiap nasabah betah untuk kembali datang berkunjung.
Hal yang sama dipraktikkan perbankan di layanan call center. Ketika nasabah menelepon call center, petugas call center selalu menjawab dengan ramah. Bahkan, di akhir pembicaraan, mereka kerap mengakhiri dengan kalimat menarik, seperti ‘semoga hari bapak/ibu menyenangkan’.
Itulah wujud pelayanan yang excellent. Know your customer menciptakan layanan yang menempatkan nasabah sebagai ‘raja’.
Mari bandingkan dengan layanan di kantor pajak. Beberapa kali bolak-balik ke kantor pajak, saya belum pernah menemui senyum ramah petugas sekuriti saat menyapa di depan pintu masuk. Mereka terkesan kaku.
Padahal, saya datang untuk keperluan mengurus pajak perusahaan tempat saya bekerja. Artinya, saya datang untuk menyetorkan sejumlah uang ke kantor pajak tersebut, bukan menabung seperti di bank. Tapi, pelayanan yang saya dapatkan jauh berbeda dengan pelayanan di perbankan.
Kedatangan saya ke kantor pajak dan ke bank, sama-sama membawa sejumlah uang untuk disetorkan. Bedanya, uang yang saya setorkan ke kantor pajak menjadi milik negara, dan uang yang saya setorkan ke bank tetap milik saya. Tapi, mengapa layanan di bank jauh lebih ramah dibandingkan di kantor pajak?
Seharusnya, petugas di kantor pajak minimal bisa berperilaku seperti karyawan di bank. Perbankan yang menjalankan bisnis menghimpun dana dari nasabah untuk kemudian dikelola, bisa memberikan layanan yang simpatik. Tapi, kantor pajak yang mendapatkan setoran pajak dari wajib pajak, belum bisa memberikan layanan seramah di perbankan.
Budaya dan perilaku petugas di kantor pajak harus diubah. Selayaknya mereka memberikan layanan yang simpatik dan bukan sebaliknya. Demikian pula layanan call center Kring Pajak 1500200. Layanan yang disiapkan untuk wajib pajak itu sering kali susah dihubungi.
Bukankah seharusnya Direktorat Jenderal Pajak mempersiapkan call center yang memadai untuk bisa menampung seluruh ketidaktahuan para wajib pajak? Saya merasa aneh kalau Direktorat Jenderal Pajak tidak segera membenahi persoalan itu.
Dengan niat baik karena taat pajak, wajib pajak mengontak call center Kring Pajak, tapi sulit untuk menghubunginya. Jika permasalahan ini berlarut-larut, bukan tidak mungkin para wajib pajak akan bersikap apatis.
Kondisi yang sama juga terjadi di laman pajak. Pajak Online yang digaungkan sebagai sarana untuk memudahkan wajib pajak, justru sering membuat jengkel karena sering down. Persoalannya mirip dengan layanan online BPJS yang sering down.
Karena penasaran terhadap layanan yang amburadul itu, saya pernah menanyakan perihal layanan online yang sering tidak dapat diakses kepada seorang teman yang ahli di bidang IT. Apa sih penyebabnya?
Menurut teman saya, ketersediaan jumlah server yang memadai dan maintenance yang cakap akan memberikan layanan daring yang prima. Tentu perangkat hardware yang mumpuni tersebut juga harus didukung oleh petugas IT yang ahli dan sigap bila terjadi eror.
Saya sebagai orang yang awam dengan IT berpikir, bukankah hal-hal itu bisa disediakan? Bukankah manajemen yang baik bisa mengantisipasi dan memperbaiki jika suatu kesalahan telah sering terjadi? Namun yang terjadi sampai sekarang, eror pada layanan daring pajak terus terjadi secara berulang-ulang sampai sekarang.
Jadi, dapat disimpulkan, akar masalah dari sering erornya layanan daring pajak ada di level manajemen. Perangkat IT untuk mendukung layanan itu, tersedia melimpah di pasaran. Para sarjana yang ahli IT juga tersedia banyak di negeri ini. Perguruan-perguruan tinggi berbasis IT sudah meluluskan ribuan sarjana IT.
Kini tinggal bagaimana pihak manajemen care terhadap permasalahan itu. Selama tidak ada rasa care, selama itu pula persoalan layanan pajak online akan sering eror.