DUGAAN korupsi Dana Desa bisa dibawa ke ranah pidana. Namun, warga pelapor tidak bisa mengajukan laporan secara langsung ke penegak hukum, tapi harus dimulai dari bawah dengan mekanisme pendampingan.
Demikian diungkapkan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dian Esti Pratiwi, dalam menanggapi pembangunan jalan desa yang mangkrak di Dusun I, Desa Siwalubanua II, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, Nias, Sumatera Utara.
Sebelumnya, jurnal-investigasi.com mendapat informasi dari masyarakat tentang pembangunan jalan desa di Dusun I Desa Siwalubanua II yang mangkrak sekitar tiga tahun. Pembiayaan untuk pembangunan jalan tersebut diambil dari dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Dana Desa Tahun 2017.
Besarnya SILPA Dana Desa yang dipakai untuk membangun jalan itu ialah sebesar Rp 250.836.930 dengan waktu pelaksanaan 90 hari. Namun, sejak awal pengerjaan hingga kini atau telah berlangsung sekitar tiga tahun, jalan tersebut tidak kunjung selesai alias mangkrak.
Terkait keinginan warga desa melaporkan mangkraknya pembangunan jalan di Dusun I Desa Siwalubanua II, menurut Esti, masyarakat tidak bisa serta merta secara langsung mengajukan laporan ke aparat penegak hukum.
“Jadi, harus ada pendampingan terlebih dahulu. Nah, warga yang ingin melaporkan disarankan untuk membuat laporan atau pengaduan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta ke kecamatan,” jelas Esti.
Proses pelaporan, jelasnya, harus dimulai dari tingkat bawah dengan pendampingan oleh masyarakat yang merasa terdampak mengenai obyek atau kegiatan yang diduga telah diselewengkan.
“Barulah kemudian dilakukan investigasi. Setelah investigasi dinilai cukup, baru ditindaklanjuti oleh satuan kerja perangkat desa. Jika bukti kuat dan dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum, baru boleh melaporkan oknum yang bersangkutan ke aparat penegak hukum untuk dilakukan proses lebih lanjut,” terang Esti.
Mekanisme itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang itu mengisyaratkan, ketika ada pelaporan, harus dibentuk tim investigasi. Lembaga kecil (tim investigasi) tersebut bertugas untuk mencari fakta tentang ada tidaknya penyelewengan Dana Desa seperti yang disampaikan warga.
‘Jadi, intinya, masyarakat bisa melaporkan, tapi tidak bisa serta-merta melaporkan ke aparat penegak hukum, seperti ke polisi. Atau dengan kata lain, masyarakat diperbolehkan untuk melaporkan langsung ke aparat penegak hukum dengan syarat sudah memiliki bukti kuat atas dugaan korupsi tersebut dan telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk dilakukan proses lebih lanjut,” kata Esti.
Dosen Pidana Fakultas Hukum UNS itu menambahkan, korupsi Dana Desa termasuk penggembosan dana negara dalam jumlah sedikit, sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa ikut ambil bagian dalam penyelidikan dan penyidikan.
Tapi, lanjut Esti, korupsi yang sedikit itu bisa menjadi besar ketika tidak ditangani dengan baik karena dapat merugikan keuangan negara. Karena itu, pemerintah harus benar-benar melihat dengan baik bagaimana penegakkan hukumnya. (Krs)