WAKIL Tetap RI (Watapri) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Duta Besar (Dubes) Arrmanatha Nasir, menyampaikan bahwa situasi di Ukraina telah mencederai tatanan perdamaian di Eropa Timur. Aksi militer di Ukraina juga tidak dapat diterima.
Demikian disampaikan Watapri di sesi khusus darurat (emergency special session) PBB mengenai Ukraina, di Markas Besar PBB, New York, Senin (28/2).
“Aksi kita di Majelis Umum PBB harus berkontribusi kepada kepentingan kemanusiaan yang lebih besar,” ujarnya.
Dilansir dari situs Kementerian Luar Negeri, Selasa (1/3), aksi tersebut mengancam perdamaian dan stabilitas global.
“Aksi militer di Ukraina mempertaruhkan nyawa warga sipil serta mengancam perdamaian serta stabilitas regional dan global,” tutur Dubes Arrmanatha.
Untuk itu, Indonesia mendorong agar perdamaian segera dikembalikan ke Ukraina. Dalam konteks ini, Indonesia meminta semua pihak untuk memastikan solusi damai melalui dialog dan diplomasi.
“Semua pihak harus menghormati tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa dalam situasi perang, masyarakat sipil akan menanggung dampak terbesar. Dalam konteks ini, ditekankan dua hal. Pertama, agar semua warga sipil yang membutuhkan, dapat memperoleh akses bantuan kemanusiaan. Kedua, agar masyarakat sipil yang ingin keluar dari Ukraina, diberikan safe passage.
“Saya meminta semua pihak untuk memastikan safe passage kepada masyarakat sipil. Terlebih, adanya warga negara Indonesia di Ukraina dalam proses evakuasi,” jelas Tata, sapaan akrabnya.
Dalam mengakhiri pernyataan, Dubes Tata menegaskan bahwa konflik dan ketegangan tidak memberi manfaat untuk siapa pun. Untuk itu, ia mengajak anggota Majelis Umum PBB untuk fokus kepada upaya membawa perdamaian di Ukraina.
Pertemuan emergency special session Majelis Umum PBB kali ini dilaksanakan atas permintaan yang didukung 11 negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB. Hal itu dilakukan karena negara anggota tersebut merasa DK PBB gagal membahas dan mengambil aksi terkait dengan situasi di Ukraina.
Sejak awal krisis Ukraina dibahas di PBB, Indonesia aktif mendorong agar dilakukannya dialog dan diplomasi. Dalam berbagai kesempatan, Indonesia secara proaktif melakukan pendekatan kepada negara-negara kunci, termasuk anggota DK PBB, untuk memastikan respons yang konstruktif terhadap krisis yang berlangsung.
Dengan menyadari sulit dicapainya konsensus di DK PBB, Indonesia berupaya menjembatani terciptanya resolusi konstruktif dan tergabung dalam kelompok kecil perumus resolusi di Majelis Umum PBB terkait dengan agresi di Ukraina.
Kemudian, Indonesia berperan aktif mendorong agar resolusi memuat aspirasi seluruh pihak secara berimbang guna mencegah perpecahan di Majelis Umum PBB. Indonesia mendorong dimuatnya desakan untuk dialog damai, perlindungan warga sipil dan referensi terkait dengan safe passage, serta akses bagi bantuan kemanusiaan.
Sebagai informasi, pertemuan ini merupakan sesi khusus darurat yang diajukan Dewan Keamanan PBB. Pertemuan darurat Majelis Umum PBB yang diajukan DK PBB terakhir kali diadakan pada 40 tahun lalu mengenai Occupied Arab Territories. (J1)