Pandemi covid-19 yang melanda dunia berimbas besar pada perekonomian negara-negara di dunia. Indonesia juga tidak luput dari dampak tersebut. Bahkan, banyak kalangan memprediksi perekonomian Indonesia bakal terjerumus ke jurang resesi.
Bagaimana kondisi real ekonomi Indonesia saat ini? Wartawan jurnal-investigasi.com, Riana Septiyani, mewawancarai Kepala LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) FEB UI, Riatu Mariatul Qibthiyyah S.E., MA,. Ph.D, untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Apakah kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah berada di tahap yang mengkhawatirkan? Indikasinya seperti apa?
Kalau dibilang mengkhawatirkan, kondisi pandemi itu sendiri kan sudah mengkhawatirkan. Jadi, pengelolaan high crisis ini dan kondisi ke dampak ekonominya sendiri itu ada yang by design karena memang ada intervensi untuk pengelolaan high crisis dan ada juga yang sifatnya untuk memitigasi dampak ekonominya. Jadi, kalau mengkhawatirkan atau tidak, sebenarnya kalau nanti di kuartal ketiga. Tekanannya relatif, kita kan masih negative growth -5,3.
Perkiraannya, masih di level setidaknya kurang dari -3% atau di level itu. Itu mungkin masih bisa terkelola, terutama kondisi di kuartal keempat ini yang tinggal dua bulan lagi. Konteksnya, kalau growth positif, mungkin ada rebound di 2021. Tapi kalau tidak, karena kan kondisi uncertainty-nya juga sangat tinggi, kita tidak bisa bilang bahwa kita recover. Bahkan, kalau ada vaksin pun belum tentu juga, karena kan tetap saja case by case juga. Misalnya, ada outbreak atau tidak di daerah-daerah, terutama di Jawa ya.
Sentral kondisinya, karena yang mengalami pelemahan yang paling terkontraksi itu kan wilayah Jawa dan terkoneksi juga dengan wilayah-wilayah lain. Wilayah-wilayah lain kan juga terkoneksinya ke Jawa, bukan ke sekitar wilayahnya. Jadi, ya mengkhawatirkannya di sana sih. Karena kondisi ekonomi Indonesia yang tersentral, terkonsentrasi di Jawa. Memang kalau kondisinya seperti ini mengkhawatirkan kalau untuk itu.
Jadi, kalau di kuartal ketiga diharapkan tidak sedalam di kuartal kedua, walaupun untuk Jakarta dan daerah lain di Jawa pasti lebih dalam. Semoga di kuartal keempat ini bisa lebih baik meskipun tetap ada pandemi covid-19. Yang perlu diingat, negara-negara lain juga menghadapi hal yang sama. Tapi untuk konteks negara kita, perlu konsistensi, perlu protokol kesehatan diberlakukan secara konsisten termasuk di daerah zona hijau. Karena bisa balik lagi kan ke zona merah dari kondisi zona oranye sebelumnya. Selalu ada kondisi itu.
Jadi, kondisi uncertainty ini terjadi di berbagai sektor, jadi nanti harus siap kita hadapi kalau ada pembatasan lagi. Mungkin tidak sampai seperti misalnya pembatasan seperti konteks di Jakarta, tetapi kan tetap saja di daerah-daerah lain jam kerja atau kegiatan lainnya dibatasi dan itu memengaruhi. Apalagi kalau di daerah, yang driving ekonomi kan transportasi. Ini kan yang paling dalam terkena dampaknya juga.
Kalau dari indikasinya itu bisa macam-macam, karena kan pandemi ini masih berlangsung. Jadi growth-nya itu masih bisa minus juga. Kesiapan ke depannya sih, karena pasti ada uncertainty ini, harus tetap siap. Dari usaha bisnis siap, dari pemerintah juga perlu konsisten. Karena sebenarnya, yang bagusnya kan pemerintah. Kita selalu bicara pemerintah. Oh.. ini pengelolaan dengan utang seperti ini, tapi sebenarnya dia (pemerintah) kondisinya yang paling bagus di antara misalnya, masyarakatnya dan private sector-nya.
Justru masyarakat yang kondisinya paling terdampak. Seperti survei yang telah dilakukan BPS, kelompok pendapatan menengah ke bawah itu 70%-nya mereka sinyaling mengalami penurunan income. Tapi, kalau yang middle income hanya 30%-nya. Jadi, kondisinya juga yang paling terpengaruh juga yang vulnerable. Kalau di sektor swasta, mereka sudah sampai lay off atau kemungkinan penurunan income di-revenue, mungkin di atas 30%. Walaupun ada sektor-sektor yang meningkat, tapi kan sebagian besar menurun, terutama di sektor transportasi yang terkait dengan jasa, itu juga agak riskan.
Sektor-sektor itu, intermedia, juga riskan. Tapi sektor keuangan sangat dijaga, tapi ada juga kan sektor-sektor lain yang intermediary. Jadi, manufaktur atau sektor pertanian mungkin juga tidak bisa banyak dioptimalkan kalau sektor transportasi atau logistiknya terhambat.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah terjadi krisis ekonomi global, tapi Indonesia bisa bertahan karena ditopang sektor konsumsi. Apakah dalam kondisi sekarang, sektor konsumsi cukup kuat untuk menopang kondisi ekonomi nasional kita?
Sebenarnya ketika di 2008, spread-nya itu tidak sedalam atau seluas saat ini. Sebenarnya sangat berbeda juga ya. Waktu itu dimulai dari Amerika Serikat, finansial sector. Kalau yang terjadi saat ini kan, dari sisi krisis, memang dilakukan intervensi.
Ketika kondisi 2008, tidak terjadi perubahan pola permintaan yang begitu besar, tidak seperti saat ini. Kalau saat ini kan terjadi perubahan pola permintaan. Yang ditakutkan memang ketika pola permintaannya bersifat permanen. Oh.. tidak membutuhkan lagi. Oh.. mobility-nya memang jadi lebih rendah”. Apalagi itu kalau untuk kelompok yang memang bisa spending.
Kelompok yang bisa spending kita lihat di dana pihak ketiga kan meningkat ya, tapi ada kemungkinan juga sih peningkatan itu karena libur Lebaran ditunda atau hal-hal lain. Nanti dilihat lagi di Desember ya. Tapi penurunan di kuartal kedua, walaupun semua komponen menurun, yang paling rendah penurunannya memang di bagian konsumsi. Diharapkan konsumsi mungkin masih mengalami kontraksi, tapi memang dia harus positif, terutama untuk kuartal empat pertumbuhannya positif yang cukup baik.
Memang masih kurang kuat sektor konsumsi. Bansos dari pemerintah, misalnya. Untuk kelompok menengah ke bawah dan juga pekerja kan sudah ada subsidi dan bantuan sosial. Cukup cepat ya bantuan sosialnya. Tapi, ya itu tadi, kalau misalnya suplainya, ini karena dua-duanya kan, demand-nya ada mungkin di sebagian dan mungkin pola permintaan untuk kelompok masyarakat tertentu tidak berubah. Tapi kan juga suplainya, apakah itu juga kemudian bisa terjadi. Masing-masing pihak kan karena uncertainty tinggi tentu precautionary kan, tentu spending saat ini juga dikelola untuk kemudian. Oh.. saya perlu saving juga kalau nanti terjadi lagi kejadian yang misalnya menurunkan income saya.
Jangan-jangan precautionary-nya, pengelolaan risikonya, menjadi sangat berhati-hati. Nah, itu juga across the board bisa mengurangi konsumsi. Itu tergantung juga kan. Kebanyakan orang juga mengetatkan ikat pinggang. Jadi, walaupun ada income. Oke, tapi kan saya ada kemungkinan seperti apa. Misalnya, bagi pelaku usaha, oh.. sekarang dibuka lagi, oh.. tapi ada kemungkinan nanti saya harus tutup lagi. Tapi supaya untuk mempertahankan pekerja saya harus perlu.
Jadi, hal-hal precautionary itu juga yang bisa membuat yang tadinya mungkin harus ekspansi atau tidak, dipikir ulang lagi dari privat sector-nya. Mungkin dari pekerja juga, dari masyarakat juga seperti itu, dia juga mengelola lainnya. Oh.. ini misalnya dengan anak sekolah PJJ dan lainnya, mereka harus mengelola lagi. Tapi, mudah-mudahan, Indonesia ini kan sangat bervariasi ya, ada daerah-daerah yang mudah-mudahan di luar Jawa ini, seperti misalnya sebagian Sumatera atau Kalimantan, bisa sedikit menarik pertumbuhan positif. Sudah ada sih terlihat di beberapa wilayah.
Tahun 2021 mungkin akan lebih baik, tapi tetap uncertainty-nya ada. Jadi, tidak bisa misalnya kembali ke era seperti sebelum pandemi ya. Jadi, nanti mungkin ada kantor atau bisnis biasa juga tuh tutup berapa hari ketika ada kasus. Ya kan. Kemudian buka kembali. Tapi tadi, jadi dalam pengelolaan bisnisnya mereka lebih precautionary. Mungkin ya, itu persepsi saya. Memang tidak rebound cepat, tapi ke arah pemulihannya ada.
Kalau saya pikir sih pasti kemungkinan gradual ya, tidak langsung. Karena kondisi sebelum pandemi itu, kayaknya far-far away deh. Semua kan berubah, termasuk saya. Saya tuh sangat-sangat merasakan di sektor pendidikan ya. Jadi, kan pendidikan langsung PJJ semuanya. Apakah ke depan akan kembali lagi, misalnya, in class, kan belum tentu juga. Mungkin blended, mungkin ada kasus ditutup, ya kan. Masing-masing jadi punya protokolnya sendiri. (J2)