Entikong Surganya Para Penyeludup (Bagian Pertama)

ENTIKONG adalah nama sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Letak Kecamatan Entikong sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia.

Jurnal Investigasi pekan lalu menyambangi Kecamatan Entikong untuk menelusuri penyeludupan berbagai jenis barang dari Serawak ke wilayah Indonesia. Sebelumnya, berdasarkan informasi yang dihimpun Jurnal Investigasi, volume barang-barang yang diseludupkan lewat Entikong terbilang besar.

Barang-barang dari Serawak yang sering diseludupkan antara lain bahan-bahan kebutuhan pokok seperti gula, beras, tepung terigu, serta makanan dan minuman kemasan kaleng. Selain gula, barang-barang lainnya yang dibawa masuk lewat perbatasan Entikong adalah barang-barang elektronik.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah penyeludupan berbagai jenis narkoba seperti sabu, pil ekstasi dan pil happyfive. Menurut penelusuran, barang-barang haram asal ‘negeri jiran’ itu sangat disukai para pencandu karena tingkat kemurnian yang tinggi sehingga mampu menimbulkan efek halusinasi yang lebih cepat dan kuat.

Hal itu berbeda dengan narkoba yang diproduksi di dalam negeri. Narkoba lokal, menurut beberapa pecandu, terbilang jelek karena mengandung campuran tepung biasa (non narkoba) hingga 70 persen. Mereka menganalogikan, efek satu butir pil ekstasi asal ‘negeri jiran’ setara dengan efek tiga butir pil ekstasi lokal.

Karena itu, barang-barang haram asal Malaysia sangat digemari dan dicari oleh para pecandu. Menurut sumber Jurnal Investigasi, narkoba yang dibawa masuk dari Serawak bukanlah buatan Malaysia. Berbagai jenis narkoba itu diproduksi di Cina lalu dibawa masuk ke wilayah Malaysia, dan selanjutnya diseludupkan ke wilayah Indonesia lewat darat yang membentang di sepanjang perbatasan Serawak dengan Provinsi Kalimantan Barat.

Salah satu celah yang kerap dimanfaatkan para penyeludup adalah wilayah Kecamatan Entikong. Kerawanan di wilayah Entikong sebenarnya telah diantisipasi pemerintah Indonesia. Untuk mengawasi lalu lintas barang dari Malaysia ke Indonesia via Entikong dan sebaliknya, pemerintah Indonesia telah membangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kecamatan Entikong.

Warga Entikong lebih mengenal pos itu dengan nama Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Darat Entikong. PPLB darat Entikong didirikan pada tahun 1989. Sehari-hari PPLB darat Entikong dijaga secara ketat oleh petugas-petugas dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Tugas utama para aparat Bea dan Cukai itu ialah mengawasi lalu lintas barang impor dari Serawak ke Kecamatan Entikong dan mengawasi ekspor barang-barang dari wilayah Indonesia via Entikong ke Serawak, Malaysia.

Baca Juga:  Jaksa Agung Pastikan Lelang Rokok Ilegal Sesuai Putusan Pengadilan

Namun, menurut penuturan warga Entikong, volume barang impor dari Serawak ke Indonesia via Entikong jauh lebih besar dibandingkan volume barang ekspor dari Indonesia via Entikong ke Serawak. Dengan kondisi seperti itu, maka tugas utama petugas Bea dan Cukai di PPLB darat Entikong sebenarnya adalah mengawasi barang-barang impor dari Serawak yang masuk ke wilayah Indonesia via Entikong.

Fasilitas sebagai celah

Warga yang tercatat sebagai penduduk di Kecamatan Entikong mendapatkan sebuah keistimewaan, yaitu bisa memiliki Kartu Identitas Lintas Batas (KILB). Kegunaan KILB adalah agar warga Entikong dapat berbelanja barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari di Serawak, Malaysia dan membawanya masuk ke wilayah Indonesia tanpa harus mendapatkan pemeriksaan yang ketat dari petugas Bea dan Cukai di PPLB.

Warga Entikong dapat mengurus KILB di Kantor Bea dan Cukai Entikong. Untuk bisa mengurus KILB, warga harus mempunyai kartu Pas Lintas Batas (PLB). Menurut seorang warga Kecamatan Entikong yang berbincang dengan Jurnal Investigasi, kartu atau lembaran PLB dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi. Pihak Imigrasi hanya mengeluarkan kartu atau lembaran PLB bagi warga yang terdaftar sebagai penduduk di Kecamatan Entikong.

Jadi, hanya warga yang memegang KTP Entikong yang berhak memiliki PLB. Warga lain di luar Kecamatan Entikong tidak bisa mendapatkan PLB. Sementara itu, untuk bisa mendapatkan KILB, warga harus melampirkan foto copy PLB dan menunjukkan kartu atau lembaran asli PLB sebagai syarat utama saat mengajukan permohonan pengurusan KILB di kantor Bea dan Cukai Entikong.

Namun, meski warga Entikong telah mengantongi fasilitas keistimewaan, saat kembali dari Serawak dengan membawa barang-barang dari ‘negeri jiran’, mereka diwajibkan mengikuti ketentuan tentang nilai maksimal barang impor yang diperbolehkan pemerintah Indonesia. Ketentuan itu diberlakukan untuk membatasi barang-barang impor asal Malaysia agar tidak membanjiri pasar di Tanah Air.

Jurnal Investigasi menelusuri data jumlah penduduk yang terdaftar di kantor Kecamatan Entikong. Menurut informasi yang dihimpun, jumlah penduduk di Kecamatan Entikong tercatat sebanyak 13.346 jiwa. Namun, menurut sumber Jurnal Investigasi, kantor Kecamatan Entikong tidak mengetahui secara pasti jumlah KILB yang ada di tangan warga saat ini karena KILB dikeluarkan oleh kantor Bea dan Cukai bukan kantor Kecamatan Entikong. Tapi yang jelas, penduduk dewasa yang sudah memiliki KTP Entikong rata-rata sudah mengantongi KILB.

Baca Juga:  Setelah MRS Ditetapkan Menjadi Tersangka Markas FPI Petamburan Sepi dari Penjagaan

Sumber Jurnal Investigasi mengungkapkan sudah sejak lama KILB disalahgunakan. Pihak yang berada dibalik penyalahgunaan KILB itu adalah para cukong yang memiliki modal besar. “Tidak semua warga Entikong mampu dan mempunyai uang untuk pergi ke Serawak dan berbelanja barang-barang di sana,” tuturnya.

Agar dapat pergi berbelanja ke Serawak, tentunya mereka harus mempunyai modal yang cukup untuk membayar ongkos bus, menyewa kendaraan, dan membeli barang-barang di sana. Hanya warga Entikong berkantong tebal yang mampu melakukan hal itu.

Kondisi itu dillihat para cukong sebagai celah dan memanfaatkan peluang tersebut untuk membawa masuk barang-barang dari Serawak dalam jumlah besar. Para kaki tangan cukong-cukong tersebut bergerilya mencari dan membeli KILB-KILB dari warga setempat. Bagi sejumlah warga Entikong yang tergolong miskin tentunya akan dengan mudah terbujuk dan menggadaikan KILB mereka.

Hanya dengan menggadaikan KILB, mereka dapat mengantongi sejumlah uang. Di sisi lain, para cukong dengan menggunakan setumpuk KILB, mengatur dan mengerahkan kaki tangan mereka untuk pergi menyeberang ke Serawak. Saat kembali dan mellintasi PPLB, mereka dapat dengan mudah membawa masuk barang-barang tersebut hanya dengan menunjukkan KILB-KILB yang mereka dapat dari warga. Biasanya, mereka menggunakan kendaraan minibus seperti Daihatsu Grand Max, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Avanza untuk memuat barang-barang dari Serawak dan membawa masuk ke Entikong. (Sap)-BERSAMBUNG-

Related posts