Di Masa Pandemi Covid-19, Ekonomi Indonesia Jauh Lebih Bagus Ketimbang Negara-Negara di ASEAN

Josua Pardede

Pandemi virus corona (covid-19) telah menyebabkan perekonomian negara-negara di dunia terpuruk ke jurang resesi.  Seperti Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Seberapa parah kah kondisi perekonomian Indonesia saat ini? Dan, apakah Indonesia mampu melewati jeratan resesi yang telah membelenggu  perekonomian nasional?

Read More

Pada bagian pertama artikel ini, wartawan jurnal-investigasi.com, Riana Septiyani, mewawancarai Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, untuk mengulas hal tersebut.

 

Apakah kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah berada di tahap yang mengkhawatirkan? Indikasinya seperti apa?

Sebenarnya kalau dikatakan mengkhawatirkan, saya pikir sebagian besar negara di dunia ini sudah masuk dalam resesi lebih dulu, bahkan kuartal kedua kemarin, karena sudah negatif sejak kuartal pertama. Kuartal pertama negatif, kuartal kedua negatif. Jadi, sebagian besar negara di dunia ini sudah negatif sebenarnya kalau kita lihat ya, sudah masuk dalam resesi, dan ini karena penyebaran virus covid kan sudah lebih dari 200 negara.

Jadi, dampaknya pun bukan hanya ke Indonesia, melainkan juga seluruh negara di dunia. Negara tetangga sendiri, Malaysia, Thailand, Singapura sekalipun, itu pertumbuhan ekonomi mereka jauh terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan Indonesia saat ini. Dari sisi kebijakan juga kan pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi dampak dari covid ini, baik dari sisi kesehatannya dan juga sisi ekonominya.

Jadi, memang progresnya masih terus berlanjut ya. Artinya, kalau dikatakan apakah sudah yang paling baik, belum. Tetapi at least, pemulihannya ini sudah mulai kelihatan. Dan itu sebenarnya menjadi modal bahwa dari sisi pertumbuhan ekonomi, kita enggak lebih jelek dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Jadi, semestinya sih kita masih harus lebih optimistis melihat. Meskipun memang dalam jangka pendek ini kita masih banyak tantangan, pertumbuhan ekonomi kita harapkan akan lebih cepat pulih juga dengan adanya berbagai stimulus fiskal dan dari sisi kebijakan di sektor keuangan lainnya. Ini kita harapkan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat lagi.

Baca Juga:  Permudah Kebutuhan Petani, Pupuk Indonesia Kembangkan Program Retail Management

Kalau gitu kondisinya mungkin tidak semengkhawatirkan negara-negara tetangga lain di ASEAN karena negatifnya lebih dalam lagi, Malaysia negatif 17% kuartal kedua, Filipina negatif 16,5%, Singapura negatif 13,2%, Thailand negatif 12,2%. Jadi, negatifnya sudah double digit, sedangkan kita kan di kuartal kedua negatif 5%.

Jadi, sebenarnya dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, kita sebenarnya jauh lebih kecil kontraksinya karena masih didukung oleh ekonomi domestik dan juga konsumsi rumah tangga yang masih cukup bisa menopang pertumbuhan ekonomi kita meskipun memang turun juga. Tapi, artinya penurunannya tidak lebih dalam dibandingkan penurunan yang terjadi di negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pernah terjadi krisis ekonomi global, tapi bisa bertahan karena ditopang sektor konsumsi. Apakah dalam kondisi sekarang, sektor konsumsi kuat untuk menopang kondisi ekonomi nasional kita?

Jadi, memang kita tidak bisa membandingkan pemerintah SBY dengan pemerintah Jokowi karena kondisinya pada saat pemerintahan SBY masih mengalami (merasakan) dampak positif dari komoditas bumi yang harga komoditasnya naik gila-gilaan sehingga daya beli masyarakat pun (konsumsi masyarakat) masih lebih kuat dibandingkan sekarang.

Karena, pertama, krisis 2008 itu terjadinya di Amerika, sektor keuangan global, tetapi aktivitas ekonomi masih tetap bisa berjalan karena orang masih bisa belanja di pusat perbelanjaan, masih bisa traveling, masih bisa keinginan untuk belanja mobil yang masih tinggi. Namun, sekarang kan penyebab krisisnya ini adalah virus sehingga kegiatan ekonominya ini jadinya terganggu semua. Yang orang harusnya bisa traveling, bisa jalan-jalan, enggak bisa sama sekali sekarang ini.

Orang yang sebelumnya bisa belanja di pusat perbelanjaan, bisa ngopi-ngopi di kedai kopi, saat ini enggak bisa juga karena orang masih membatasi dirinya untuk keluar rumah sehingga tentu kalau kita katakan kondisinya berbeda, ya pasti berbeda. Tapi dari sisi fundamental, mestinya fundamental ekonomi kita sekarang ini jauh lebih kuat karena kalau boleh kita ingat juga bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini peringkat utang pemerintahan Indonesia ini yang dikatakan  invest tengride itu baru zamannya pemerintahan Jokowi.

Baca Juga:  Harga Jual Batu Bara untuk Kelistrikan Tetap US$70/ton

Pemerintahan SBY saat itu belum investing grade ya, rating surat utang pemerintah kita, sehingga kalau dikatakan reformasi juga kan ini reformasi struktural sudah dilakukan Jokowi sudah cukup banyak. Pertama, melakukan relokasi subsidi energi, mencabut subsidi energi, untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan kita. Yang kedua juga salah satunya adalah melakukan reformasi dari sisi regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja, omnibus law.

Jadi, perubahannya saya pikir sudah cukup signifikan, tapi karena tadi tidak didukung oleh kondisi globalnya juga ya, harga komoditas sejak 2013 itu sudah mulai turun, lalu kita juga ada covid-19 ini. Jadi, artinya situasi globalnya kurang mendukung sehingga peningkatan/penguatan kondisi fundamental ini jadinya tidak begitu kelihatan dampaknya. Tapi saya sih optimistis bahwa secara fundamental kondisi kita lebih baik saat ini dibandingkan dengan zaman pemerintahan SBY sebelumnya.

Karena globalnya juga enggak mendukung, tentunya sektor konsumsinya masih belum kuat. Karena pada zaman itu, harga minyak bumi, batu bara, kelapa sawit, semuanya naik gila-gilaan. Semua. Tingkat konsumsi masyarakat secara umum pun relatif lebih kuat karena semua orang pada saat itu menjadi juragan kelapa sawit, juragan batu bara. Sekarang ini harga komoditas rontok semua karena tadi, komoditas buminya ini sudah berakhir.

Jadi, sudah tidak ada euforia komoditas pun sehingga konsumsi nasional kita ini perlu didorong lagi dengan tadi, bagaimana menciptakan lapangan kerja. Menciptakan lapangan kerja ini dengan mendatangkan investasi. Mendatangkan investasi dengan menderegulasi berbagai kebijakan ataupun me-reform/mereformasi tadi, hal-hal yang masih menjadi permasalahan termasuk terhambatnya investasi di dalam negeri melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Jadi, saya pikir terobosan-terobosan yang sudah dilakukan oleh pemerintah saat ini sudah sangat banyak. Tinggal kita harapkan bahwa pemulihannya ini bisa lebih cepat sehingga dampak dari reformasi struktural yang sudah dilakukan ini bisa kita rasakan segera. (J2)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *