Bina Marga dan Tujuh Kontraktor Diduga Berbagi Duit Provider Fiber Optik (Bagian Ketiga)

PEMUNGUTAN uang hingga belasan milyar rupiah oleh tujuh kontraktor penanaman dan instalasi kabel fiber optik terhadap provider-provider di wilayah Jakarta Barat (Jakbar) tergolong nekat.

Pasalnya, pungutan itu diduga menabrak sejumlah aturan dan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seperti telah diulas dalam artikel bagian pertama dan kedua, ketujuh kontraktor secara khusus dipanggil dan ditawari Suku Dinas (Sudin) Bina Marga Jakarta Barat (Jakbar) untuk membangun fasilitas jaringan kabel fiber optik di bawah trotoar sejumlah jalan di wilayah Jakbar.

Setelah selesai dibangun, ketujuh kontraktor kemudian memungut uang dari provider-provider dengan dalih sebagai biaya atas pemanfaatan fasilitas jaringan kabel fiber optik di bawah trotoar.

Pemungutan uang hingga total mencapai belasan milyar rupiah tersebut menimbulkan pertanyaan, yaitu apakah ketujuh kontraktor itu berwenang memungut uang dari provider-provider pemilik jaringan kabel fiber optik?

Pasalnya, seperti diketahui, fasilitas jaringan kabel fiber optik yang dibangun ketujuh kontraktor berada di bawah trotoar yang merupakan lahan milik negara, dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Menurut penelusuran Jurnal Investigasi, selain PT SCKP dan PT RPA, kontraktor lainnya yang melakukan pemungutan uang dari provider-provider ialah Imam Hananto.

Sumber Jurnal Investigasi mengungkapkan Imam ditugaskan Sudin Bina Marga Jakbar membangun instalasi kabel fiber optik di dua tempat, yaitu Kedoya dan Tanjung Duren.

“Setelah pekerjaan itu selesai, dia kemudian memungut uang sebesar Rp 70.000 per meter dari provider-provider yang memiliki jaringan kabel fiber optik di sana,” jelas sumber Jurnal Investigasi.

Hal itu dipertegas saat Jurnal Investigasi mendengar pembicaraan sumber dengan Imam melalui sambungan telepon.

Sumber mengaktifkan pengeras suara di telepon seluler sehingga penjelasan Imam terdengar dengan jelas.

“Tanjung Duren sudah kelar. Kedoya juga sudah kelar. Aku justru nunggu tagihan. Tagihannya harusnya sudah cair, tapi kok gak cair-cair? Kalau saya potong (jaringan kabel fiber optik), kasihan provider. Sudah on, sudah disambung. Invoice-nya sudah masuk ke situ, sudah lama,” kata Imam.

Baca Juga:  Lembaga Swasta Tangani Salah Urus Sapi Impor Milik Negara. Ada Apa?

Imam menegaskan, terkait dengan pembayaran dari provider-provider yang memindahkan jaringan kabel fiber optik ke fasilitas yang telah dibangunnya, diberikan langsung kepada dia dan tidak ke Sudin Bina Marga Jakbar.

Adapun biaya yang dibebankan ke provider-provider, besarnya sama, yaitu Rp 70.000 per meter sesuai yang ditentukan Sudin Bina Marga Jakbar.

“Sudin Bina Marga merasa terbantu karena tidak mengeluarkan biaya apapun. Jadi yang mengeluarkan biaya adalah kami. Jadi, segala sesuatunya larinya ke kami,” jelas Imam.

Untuk memberikan ruang sebagai hak jawab, pada Senin (19/11), Jurnal Investigasi menyampaikan sejumlah pertanyaan serta meminta penjelasan dan klarifikasi dari Imam.

Pertanyaan-pertanyaan disampaikan melalui whatsapp messenger di nomor 081398106XXX.

“Anda mendapat data yang salah. Saya tahu data ini dari siapa. Ini sudah yang kedua kalinya. Sebaiknya Anda pelajari lengkap kronologi mengenai relokasi. Biar tidak terjadi fitnah dan pencemaran nama baik,” jawab Imam.

Sementara itu, menurut sumber Jurnal Investigasi, modus yang dilakukan Imam untuk memungut uang dari provider-provider jaringan fiber optik di wilayah Jakbar, juga dipakai oleh PT SCKP dan PT RPA. (Adi) – BERSAMBUNG-

Related posts