PERBAIKAN kinerja penjualan eceran diprakirakan berlanjut dengan pertumbuhan yang sedikit tertahan pada Februari 2022. Hal itu tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari 2022 yang diprakirakan sebesar 202,8, atau tetap tumbuh 14,5% (yoy) meskipun tidak setinggi bulan sebelumnya sebesar 15,2%.
Perlambatan terjadi pada kelompok suku cadang dan aksesori serta makanan, minuman, dan tembakau. Secara bulanan, penjualan eceran diprakirakan terkontraksi 3,2% (mtm).
“Penurunan penjualan terjadi pada mayoritas kelompok, seperti barang budaya dan rekreasi, suku cadang dan aksesori, serta bahan bakar kendaraan bermotor. Sejalan dengan turunnya permintaan masyarakat, pasokan yang lebih terbatas, dan kondisi cuaca yang kurang mendukung,” jelas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono dalam rilisnya, Kamis (10/3).
Pada periode sebelumya, hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengindikasikan kinerja penjualan eceran periode Januari 2022 meningkat secara tahunan. IPR Januari 2022 tercatat sebesar 209,6, atau tumbuh 15,2% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 13,8% (yoy).
“Mayoritas kelompok mencatatkan perbaikan kinerja penjualan eceran pada periode tersebut, terutama bahan bakar kendaraan bermotor, suku cadang dan aksesori, serta subkelompok sandang,” kata Erwin.
Secara bulanan, penjualan eceran tercatat terkontraksi sebesar 3,1% (mtm), dari 7,6% (mtm) pada bulan sebelumnya, sejalan dengan pola musiman normalisasi permintaan pascaperayaan HBKN Natal dan Tahun Baru. Penurunan terjadi pada mayoritas kelompok komoditas, dengan penurunan terdalam pada subkelompok sandang, makanan, minuman, dan tembakau, serta peralatan informasi dan komunikasi.
Dari sisi harga, responden memprakirakan tekanan inflasi pada April 2022 (3 bulan yad) meningkat dan selanjutnya menurun pada Juli 2022 (6 bulan yad). Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) April 2022 diperkirakan mencapai 139,1 atau lebih tinggi dari 129,2 pada bulan sebelumnya didorong meningkatnya permintaan selama Ramadan. IEH Juli 2022 diperkirakan menjadi 129,8, lebih rendah dari 132,0 ditunjang distribusi barang yang lancar serta pasokan barang dan jasa memadai. (RLS/J1)