KANTOR Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Barat dan Jambi melalui penyidik PNS melakukan penyidikan terhadap KUD JMJ, koperasi yang bergerak di bidang simpan-pinjam serta jual-beli hasil perkebunan dan kehutanan.
Diketahui, KUD JMJ terdaftar sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Muara Bungo.
“Kegiatan penyidikan telah sampai pada penetapan tersangka setelah dilakukan gelar perkara internal Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi dan Korwas PPNS Polda Jambi. Pada saat gelar perkara, AS yang merupakan Bendahara KUD JMJ ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi Marihot Pahala Siahaan dalam rilisnya, Jumat (25/3).
Terhadap tersangka AS dilakukan penangkapan dan penahanan, Jumat (11/3), oleh penyidik Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi berkoordinasi dengan Polda Jambi dan Polres Muara Bungo. Tersangka AS dititipkan di Rutan Polres Muara Bungo dan dilakukan penahanan selama 20 hari.
“Penahanan dilakukan disebabkan tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya,” jelasnya.
Dalam proses penyidikan, penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti sebagaimana dipersyaratkan dalam KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 28 Oktober 2014. Selanjutnya, penyidik Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi akan segera membuat berkas perkara yang akan diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jambi melalui Korwas PPNS Polda Jambi.
Penyidikan dilakukan sehubungan dengan dugaan adanya tindak pidana pajak yang dilakukan tersangka AS yang diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Pelanggaran yang dilakukan tersangka AS berupa dengan sengaja tidak menyetorkan pajak, PPN, yang telah dipotong atau dipungut untuk masa pajak Oktober dan Desember 2017 serta Maret, April, Agustus, dan Oktober 2018,” imbuh Marihot.
Perbuatan tersangka tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekitar sebesar Rp812.507.582.
Atas perbuatan tersangka tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (RLS/J1)