DALAM rangka mengurangi risiko bencana geologi, khususnya akibat letusan Gunung Semeru, Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), meluncurkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Semeru yang merupakan hasil pemutakhiran pada skala 1:25.000.
Peta KRB Gunung Api yang merupakan peta petunjuk tingkat kerawanan bencana suatu daerah apabila terjadi letusan atau kegiatan gunung api, akan didistribusikan kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur dan Kabupaten Lumajang, terutama dinas atau SKPD yang memiliki kepentingan terhadap perkembangan atau pembangunan pada wilayah Gunung Semeru.
“Mitigasi bencana geologi adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana geologi. Pascakrisis Gunung Semeru, 4 Desember 2021, Badan Geologi telah melakukan berbagai upaya strategis guna mengurangi risiko bencana dengan melibatkan kurang lebih 30 ahli dengan berbagai disiplin kebumian. Hal ini tidak lain karena kami ingin terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono, Jumat (14/1).
Eko menambahkan upaya-upaya mitigasi yang dilakukan Badan Geologi, antara lain pemantauan yang lebih intensif dengan menerapkan berbagai metode, mengirim tim Tanggap Darurat, melakukan pemeriksaan lapangan guna pemutakhiran peta dan mengetahui situasi lapangan terkini, penguatan dan penambahan peralatan pemantauan gunung api, meningkatkan kolaborasi dan kerja sama, serta diseminasi informasi.
Selain upaya-upaya mitigasi di atas, Jumat (14/1), Badan Geologi meluncurkan Peta KRB Gunung Semeru yang merupakan hasil pemutakhiran pada skala 1:25.000.
Lebih lanjut, Peta KRB Gunung Api menjelaskan tentang jenis dan sifat bahaya gunung api, daerah rawan bencana, arah atau jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos penanggulangan bencana. Peta ini disajikan dalam bentuk gambar dengan warna dan simbol. Penjelasan dimuat dalam bentuk keterangan pinggir.
Kepala PVMBG Andiani menjelaskan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Semeru yang pada Jumat (14/1) diluncurkan merupakan hasil pemutakhiran karena terjadi perubahan tipe, besaran, dan karakteristik erupsi, serta perluasan dampak. Hal ini berpengaruh pada perubahan dan perluasan KRB Gunung Semeru.
“Peta KRB hasil revisi ini kami fokuskan hanya di bagian tenggara yang merupakan area terdampak atau area bukaan Gunung Semeru ini. Dari Peta KRB yang terbaru ini, memang ada terjadi perubahan luas kawasan bencana. Semula berdasarkan Peta KRB versi 1996, Peta KRB seluas 72,16 hektare, dan pemetaan kami kemarin, kawasan rawan bencana menjadi 80,43 hektare. Berarti, terjadi penambahan sebanyak 12,5 hektae,” jelas Andiani.
“Dari pemetaan atau revisi yang kami lakukan, memang ada perubahan-perubahan yang dahulu merupakan KRB II, sekarang berubah menjadi KRB III. Daerah yang dahulunya bukan merupakan KRB, sekarang berubah menjadi KRB II,” jelasnya lagi.
Menurut Andiani, Peta KRB ini akan sangat bermanfaat untuk menyusun rencana kontigensi yang merupakan rencana kesiapsiagaan masyarakat apabila terjadi erupsi Gunung Semeru di masa depan.
“Peta ini atau deliniasi batas-batas kawasan rawan bencana ini bisa dijadikan acuan untuk menyusun rencana kontigensi, yakni bagaimana melakukan evakuasi, bagaimana masyarakat melakukan penyelamatan arah-arah daripada evakuasi, dan juga tempat-tempat di mana masyarakat dapat melakukan evakuasi sementara. Peta ini juga dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah atau siapa pun stakeholder yang berkepentingan dalam menetukan relokasi atau menentukan lokasi kembali daerah hunian atau permukiman dan kawasan wisata,” pungkas Andiani.
Selain didistribusikan kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, dan SKPD yang memiliki kepentingan terhadap perkembangan atau pembangunan pada wilayah Gunung Semeru, Peta KRB ini juga akan didistribusikan kepada lembaga lain terkait, seperti Basarnas, BNPB, ATR, dan PUPR. (RLS/J1)