PARA aktivis antikorupsi, pekan depan, akan menyambangi kantor Kejaksaan Agung untuk melaporkan kasus dugaan korupsi pungutan uang senilai belasan milyar rupiah dalam proyek relokasi jaringan kabel fiber optik di Jakarta Barat.
Hal itu diungkapkan Alfonsius, aktivis antikorupsi dari Komunitas Pemuda Pemberantas Korupsi (KOMPPEKO), kepada Jurnal Investigasi, Jumat (14/12) pagi, di Jakarta.
“Kami mempunyai bukti-bukti kuat. Sekarang sedang disusun oleh teman-teman aktivis untuk diserahkan ke penyidik Kejaksaan Agung pekan depan,” kata Alfonsius.
Adapun pihak-pihak yang akan dilaporkan para aktivis, ungkap Alfonsius, ialah Kepala Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat Riswan Effendi, pegawai Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat Gunawan, Direktur PT Sumber Cemerlang Kencana Permai (SCKP) Mulyono, Direktur PT Rona Persada Angkasa (RPA) Sudirman, Direktur PT Firoptik, dan kontraktor Imam Hananto.
“Kami menduga Kepala Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat bersekongkol dengan tujuh kontraktor penanaman dan instalasi jaringan kabel fiber optik untuk meraup uang belasan milyar rupiah dari provider-provider pemilik jaringan kabel fiber optik di wilayah Jakarta Barat. Pekan depan, baru empat kontraktor yang akan kami laporkan,” jelasnya.
Alfonsius menguraikan, persekongkolan diduga terjadi dengan memanfaatkan relokasi jaringan kabel fiber optik.
Tujuh kontraktor tersebut melakukan penanaman dan instalasi jaringan kabel fiber optik bawah tanah di sepanjang trotoar yang telah ditentukan, kemudian memungut biaya sebesar Rp 70.000 per meter dari tiap provider pemilik jaringan fiber optik.
“Tujuh kontraktor itu melakukan penanaman dan instalasi jaringan kabel fiber optik di tanah milik negara, tapi mereka secara langsung memungut uang sebesar Rp 70.000 per meter dari provider-provider dan uang itu masuk ke kantong mereka. Pertanyaannya, apakah Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat tidak mengetahui kegiatan penanaman dan instalasi jaringan kabel fiber optik itu? Apakah ketujuh kontraktor itu sudah mengantongi izin dari PTSP (Perijinan Terpadu Satu Pintu) sebelum melakukan penanaman dan instalasi kabel fiber optik?” kata Alfonsius.
Dia menegaskan, kejanggalan-kejanggalan tersebut yang harus diungkap oleh para penyidik Kejaksaan Agung.
“Sebagai warga negara yang menginginkan good and clean governance, kami para aktivis antikorupsi berkewajiban melaporkan adanya kasus dugaan korupsi ke kejaksaan. Perlu diingat, untuk tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime) seperti korupsi, penyidik harus bertindak proaktif,” tegasnya.
Alfonsius menambahkan, penuntasan kasus dugaan korupsi tersebut dialamatkan ke Kejaksaan Agung karena nilai uang yang diraup terbilang besar, yakni menurut kalkulasi para aktivis mencapai Rp 19 milyar.
“Kalau para terlapor membantah, silahkan saja, itu hal biasa dan hak mereka. Nanti penyidik yang akan menentukan, apakah ada kerugian negara atau tidak,” tuturnya.
Sementara itu, Sebastian Sinaga aktivis antikorupsi lainnya menilai, kasus dugaan korupsi tersebut sangat serius. Oleh karena itu, para aktivis memastikan akan mengawal sampai tuntas proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan di pengadilan.
“Kami akan mengawal supaya tidak terjadi praktik-praktik yang bisa meringankan hukuman atau membebaskan mereka,” tukasnya.
Lantas, bagaimana nasib tiga kontraktor lainnya yang belum masuk dalam daftar yang akan dilaporkan para aktivis? (Adi) – BERSAMBUNG —