SEJUMLAH warga Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, mendesak agar kasus dugaan korupsi pada tender proyek peningkatan daya dukung landas pacu Bandar Udara (Bandara) Kaimana dilaporkan ke Kejaksaaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk itu, mereka meminta supaya para aktivis dari Komunitas Pemuda Merah Putih Bergerak (KPMP Bergerak) segera melaporkan kasus tersebut secara paralel ke Kejakasaan Agung dan KPK berdasarkan informasi dan bukti-bukti yang telah disampaikan.
Hal itu diungkapkan aktivis KPMP Bergerak, SS Marulitua, kepada jurnal-investigasi.com terkait permintaan sejumlah warga Kaimana agar kasus dugaan korupsi itu dapat segera diusut penyidik di dua lembaga penuntutan tersebut.
“Kami diminta untuk melaporkan kasus dugaan korupsi itu secara paralel ke Kejaksaan Agung dan KPK. Nantinya, penyidik Kejaksaan Agung dan KPK bisa berkoordinasi untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” kata SS Marulitua pada Minggu (29/9) di Jakarta.
Menurutnya, warga Kaimana sudah lama menaruh curiga terhadap sepak terjang PT Senja Indah Persada, yakni pemenang tender proyek peningkatan landas pacu Bandara Kaimana, karena kerap memenangi lelang proyek-proyek besar dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kementerian Perhubungan.
Namun, selama ini kecurigaan mereka masih sebatas prasangka karena tidak mengantongi bukti-bukti kuat. Baru pada tender proyek peningkatan landas pacu Bandara Kaimana terkuak bukti-bukti tentang sejumlah kejanggalan dalam penetapan PT Senja Indah Persada sebagai pemenang tender oleh pejabat-pejabat di Kementerian Perhubungan yang menjadi panitia tender.
Sebelumnya, dalam artikel bertajuk “Tender Landas Pacu Bandara Kaimana Diduga Cacat Hukum dan Sarat Korupsi” Bagian Pertama, Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat, diulas tentang sejumlah kejanggalan dalam penetapan PT Senja Indah Persada sebagai pemenang tender.
Sebagai informasi, perusahaan yang beralamat di Jalan Trikora Nomor 31, Kaimana itu ialah milik Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kaimana, Freddy Thie. Dia dikenal dekat dengan sejumlah pejabat daerah maupun pusat.
Salah satunya ialah Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakatoni. Seperti diketahui, dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kaimana pada 2015 lalu, Freddy Thie (Partai Demokrat) yang berpasangan dengan Mohamad Lakatoni (Partai Gerindra), maju bertarung dalam pemilihan Bupati Kaimana.
Dua pasangan yang menjadi rival mereka ialah Matias Mairuma – Ismail Sirefa dan Hasan Achmad – Amos Oruw. Pasangan Matias Mairuma – Ismail Sirefa unggul dan memenangi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kaimana. Tapi, hasil penghitungan suara Pilkada Kaimana itu ditolak mentah-mentah oleh pasangan Freddy Thie – Mohamad Lakatoni.
Karena tidak terima, mereka kemudian melayangkan permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tidak hanya ke Mahkamah Konstitusi, Freddy Thie juga mengadukan ketua dan anggota-anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat, ketua dan anggota-anggota KPU Kabupaten Kaimana, serta ketua dan anggota-anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Kabupaten Kaimana ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Sebanyak 12 orang dari Tim Advokasi DPP Partai Demokrat bertindak sebagai pengadu berdasarkan kuasa dari Freddy Thie. Salah satu pengadu dalam Tim Advokasi DPP Partai Demokrat tersebut ialah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Hinca Panjaitan.
Namun, harapan Freddy Thie untuk mematahkan kemenangan Matias Mairuma – Ismail Sirefa pupus. Pada 25 Januari 2016, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan atas 26 perkara Pilkada dan salah satunya ialah permohonan Freddy Thie – Mohamad Lakatoni.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pasangan tersebut. Kegalauan Freddy Thie sedikit terobati setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum pada 26 Februari 2016 memutuskan mengabulkan sebagian pokok pengaduan dari pengadu Tim Advokasi DPP Partai Demokrat.
Orang kuat
Freddy Thie yang dikenal dekat dengan para pejabat daerah maupun pusat adalah salah satu “orang kuat” di Kaimana. Selain itu, Ketua DPC Partai Demokrat tersebut juga dikenal sebagai pebisnis yang ulung.
Bos PT Senja Indah Persada itu tidak hanya menggarap proyek-proyek infrastruktur, tetapi juga aktif menjalankan bisnis perkayuan. “Kami juga mendapat informasi tentang bisnis kayu yang dijalankan Freddy Thie. Jadi, kayu-kayu yang ditebang dari hutan di sekitar Kaimana dibawa keluar dari Papua dengan dua tongkang milik Freddy Thie. Ini sedang kami dalami legalitasnya,” kata aktivis KPMP Bergerak, SS Marulitua.
Marulitua melanjutkan, di Papua khususnya di Kaimana, masyarakat sudah gerah dengan praktik korupsi yang masih merajalela dan jarang bisa tersentuh hukum. Masyarakat setempat juga sangat mencemaskan kegiatan penebangan hutan secara liar oleh pihak-pihak tertentu.
“Di sana, praktik illegal logging masih terjadi. Itu informasi yang kami terima,” imbuhnya.
Sementara itu, terkait dugaan korupsi pada tender proyek peningkatan daya dukung landas pacu Bandara Kaimana, beberapa waktu lalu, jurnal-investigasi.com telah melayangkan surat permohonan wawancara ke Kementerian Perhubungan, para petinggi Partai Demokrat lewat Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan dan Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari serta sebagai tembusan ke Freddy Thie.
Dalam menanggapi hal itu, Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan berjanji akan memfasilitasi wawancara dengan menghadirkan panitia tender.
Secara terpisah, Imelda Sari lewat pesan WhatsApp Messenger menolak permintaan wawancara tersebut. “Silahkan tanya ke yang bersangkutan. Saya tegaskan, itu urusan pribadi, bukan urusan partai,” tegas Imelda. Adapun Hinca dan Freddy tidak memberikan respons. BERSAMBUNG (Ans)